KPK Didesak Usut Aliran Dana
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta mengusut adanya aliran dana kasus korupsi disejumlah kementerian yang diduga masuk ke Badan Anggaran (Banggar) DPR.
Ketua Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Ucok Khadafi mengatakan, pokok persoalan dugaan korupsi dikementerian diduga berada di Banggar DPR.Karena itu KPK seharusnya tidak hanya menfokuskan mengusut kasus tersebut ditingkat kementerian saja.
“Karena hulunya ada di sana (Banggar).Karena disanalah pokok persoalannya,” kata Ucok di Jakarta,kemarin Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) bidang Divisi Korupsi Politik, Ade Irawan juga menegaskan, perlunya KPK mengusut aliran dana ke Banggar DPR. Menurut dia partai politik bahkan juga diminta agar terbuka terhadap keluar masuknya dana ke partai.
“Saya setuju, aliran dana dari dugaan korupsi di kementerian harus diusut tuntas tidak hanya berhenti di kementerian, tapi juga ke Banggar DPR,bahkan ke partai politik,” kata Ade. Dia mengaku pesimis, rencana pelibatan KPK dan Badan Pengawan Keuangan (BPK) yang akan ikut di dalam rapat Banggar DPR, bisa menjalankan fungsinya dengan baik.Pasalnya mafia anggaran sering kali beraksi di luar rapat Banggar.
”Saya pesimis ini bisa sukses. KPK dan BPK tidak akan menemukan apa-apa dalam rapat formal di Banggar. Karena biasanya proses formal berjalan normatif saja. Praktek mafia anggaran umumnya justru terjadi dan dilakukan di luar rapat formal,”paparnya. Sementara itu Sekjen FITRA,Yuna Farhan menambahkan dengan terungkapnya praktik dugaan suap di Kemenakertrans membuktikan adanya mafia anggaran yang menggerogoti anggaran negara.
Dia berharap DPR melakukan audit investigatif pada kasus Kemenakertrans, khususnya berkaitan dengan kemungkinan adanya tumpang tindih anggaran. Menurut dia, tumpang tindih anggaran ini setidaknya ditemukan pada DPPID yang dialokasikan sebesar Rp6,31 triliun dengan rincian Rp613 miliar untuk infrastruktur pendidikan,Rp500 miliar untuk infrastruktur kawasan transmigrasi, dan Rp5,2 triliun untuk infrastruktur lainnya.
Ketua Banggar DPR, Melchias Markus Mekeng mempersilakan KPK mengusut dugaan keterkaitan Badan Anggaran dengan sejumlah kasus korupsi yang tengah ditangani KPK. ”Silakan saja, kalau memang pengusutan ini untuk penegakan supremasi hukum,” katanya. Sebelumnya Ketua KPK,Busyro Muqoddas, berjanji akan menyelidiki dugaan keterlibatan Banggar DPR terkait sejumlah kasus korupsi di kementerian.
Lembaga antikorupsi ini juga akan melacak dugaan adanya broker-broker anggaran di DPR.“Tentu saja, kami akan melacak sampai ke sana (Banggar DPR). Karena yang ditengarai itu ada kaitannya dengan manajemen yang ada di Banggar sana sehingga kami tentu akan melakukan pelacakan sampai ke sana juga,”katanya.
Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) didesak melakukan penelusuran terhadap semua rekening anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR. Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan mengatakan, hasil penelusuran PPATK tersebut hendaknya langsung disampaikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau ke pihak kepolisian.
“Cek aliran dana semua pimpinan dan anggota Banggar. Hasil temuan itu tidak usah disampaikan ke DPR. Alangkah lebih baik jika PPATK langsung melaporkannya ke KPK,” kata Abdullah di Kantor ICW Jakarta kemarin. Menurut dia,peran KPK sebenarnya untuk penindakan. Oleh karena itu KPK juga menjadi pintu masuk guna menindak para mafia anggaran yang ada di DPR.
Abdullah menyebutkan, melibatkan KPK dalam pembahasan anggaran di Banggar belum tentu efektif. Jika hendak menata pengelolaan anggaran di DPR,seharusnya KPK mengetahui peta permasalahan. Jangan sampai dalam menindak persoalan mafia anggaran ini juga KPK menjadi sporadis. Pasalnya,dia menyebutkan, banyak tudingan publik kepada DPR yang akhirnya tidak terbukti dan tidak terselesaikan oleh KPK.
“Banyak juga mafia anggaran yang melakukan pencucianuang. NamunsaatiniKPK masih melakukan penindakan terhadap pelaku yang tertangkap tangan, sedangkan tindak pidana pencucian uang (TPPU) masih banyak yang belum tersentuh KPK,”tandasnya. Sebaliknya,Abdullah mengutarakan, mafia anggaran juga tidak jarang melibatkan pemerintah.
DPR sebagai lembaga yang mengawasi kinerja eksekutif juga seharusnya berani mengambil keputusan dalam persoalan itu. Dia mencontohkan, ada kementerian yang mendapatkan opini disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, sayangnya DPR tidak memiliki posisi yang tegas memberikan sanksi kepada kementerian tersebut.
Koordinator Advokasi Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam berpendapat, jika DPR melibatkan KPK dan BPK dalamsetiaprapatBanggar, berarti DPR mereduksi pertanggungjawabannya kepada publik. Menurut dia,langkah tersebut di satu sisi mengonfirmasi bahwa DPR turut ambil bagian dalam upaya meredam virus mafia anggaran di tubuh DPR.
Tapi, di sisi lain, langkah itu secara tidak langsung menegaskan bahwa pertanggung jawaban DPR tereduksi oleh BPK dan KPK.“Jadi ada kesan jika KPK dan BPK sudah terlibat di semua rapat Banggar, publik sepertinya tidak perlu lagi memantau pengelolaan anggaran negara. Jika begini kan menjadi sebuah anomali,” paparnya.
Direktur Monitoring dan Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Ronald Rofiandri mengemukakan, kehadiran BPK dalam proses perencanaan anggaran tidak relevan. Seharusnya, BPK bekerja di wilayah audit implementasi anggaran, bukan tahap rancangan anggaran. radi saputro hendry sihaloho/
Sumber: Koran SIndo, 19 September 2011