KPK Dalami Peran Miranda Goeltom dan Nunun Nurbaeti
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyidikan kasus suap cek perjalanan terkait dengan pemenangan Miranda Goeltom sebagai deputi gubernur senior Bank Indonesia (DGS BI) pada 2004. Tim penyidik saat ini mengembangkan peran sejumlah nama, termasuk Miranda dan Nunun Nurbaeti, istri anggota DPR Adang Daradjatun.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Nunun disebut-sebut memfasilitasi penyerahan cek perjalanan dari penyandang dana kepada sejumlah anggota DPR periode 1999-2004, termasuk yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Pengadilan telah memanggil Nunun untuk bersaksi. Namun, dia tidak pernah hadir.
Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bibit Samad Rianto menyatakan, KPK memang masih mendalami tiga nama lain yang akan menjadi tersangka menyusul 26 politikus dari tiga fraksi di DPR. Namun, dia menolak menyebutkan nama mereka, apakah penerima atau pemberi cek. ''Alat buktinya belum cukup. Penetapannya juga bergantung penyidik,'' katanya kemarin.
Direktur Penuntutan KPK Ferry Wibisono menambahkan, pendalaman terkait pemberi cek akan dilakukan saat sidang bagi 26 tersangka dilaksanakan. Selama sidang, penyidikan akan dikembangkan. ''Penyidik mengembangkan dari hasil sidang kemarin, kami kembangkan lagi,'' ungkap Ferry.
Sebelumnya, 39 mantan anggota dewan periode 1999-2004 disebut menerima duit suap terkait upaya pemenangan Miranda Goeltom. Di antara jumlah tersebut, baru empat orang yang ditahan dan 26 tersangka baru ditetapkan. Dengan demikian, tersisa sembilan orang yang statusnya belum ditentukan.
Meski telah menetapkan tersangka, KPK belum mengeluarkan permohonan pencekalan terhadap 26 tersangka baru itu. ''Sampai saat ini, kami belum menerima surat permohonan pencegahan larangan ke luar negeri dari KPK atas nama 26 tersangka itu,'' kata Kasubdit Humas Ditjen Imigrasi Bambang Catur Edi di gedung Kemenkum dan HAM kemarin.
Dia mengungkapkan, pihaknya segera menindaklanjuti segala permintaan pelarangan ke luar negeri begitu mendapat surat permohonan dari KPK. ''Kami akan langsung keluarkan surat cekal itu kalau memang surat permohonannya sudah sampai kepada kami. Ini belum sampai. Bahkan, lewat faks juga belum ada,'' jelasnya.
Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Mochammad Jasin menyatakan bahwa KPK masih memproses permohonan pencekalan terhadap 26 tersangka kasus cek tersebut. ''Mungkin (suratnya) masih dalam perjalanan,'' katanya di gedung KPK kemarin.
Pada bagian lain, Fraksi PDIP tidak tinggal diam atas penetapan Panda Nababan beserta belasan kadernya sebagai tersangka kasus cek perjalanan. FPDIP menilai KPK prematur dalam memersepsikan dugaan suap dalam pemilihan Miranda.
Gayus Lumbuun, salah seorang anggota tim hukum FPDIP, menyatakan bahwa tindakan prematur itu terlihat karena KPK tidak sepenuhnya melaksanakan ketentuan KUHP maupun UU Tipikor. KPK lalai karena terburu-buru menetapkan para penerima gratifikasi sebagai tersangka korupsi.
''Ketentuannya jelas, pemberian apa pun kepada pejabat negara, berbuat atau tidak, harus dimulai dari pemberi aktif,'' ujarnya. Hal itu tercantum dalam pasal 209 dan 210 KUHP serta pasal 5, 6, dan 7 UU No 31/1999 tentang Tipikor.
Menurut Gayus, ada atau tidak ada cek perjalanan, Miranda mungkin tetap menjadi DGS BI. Terpilihnya Miranda sebagai DGS BI pada 1999 sudah menjadi kebijakan FPDIP.
Mempertimbangkan kapasitas Miranda, kebijakan yang sama mungkin dilakukan fraksi lain DPR periode 1999-2004 itu. ''Pemilihan orang per orang tidak memengaruhi pemberian. Sebab, diberi atau tidak, itu sudah kebijakan fraksi,'' tegasnya.
Sikap prematur KPK, ujar Gayus, terlihat karena Miranda yang diduga sebagai pemberi cek terkesan dilepaskan oleh KPK. Seharusnya, pemberi lebih dulu dipanggil KPK untuk menjelaskan niat pemberian cek tersebut. ''Karena itulah, saya bilang prematur,'' ungkapnya. (ken/bay/c5/agm)
Sumber: Jawa Pos, 3 September 2010