KPK Cium Modus Dugaan Penyelewengan Dana Abadi Umat
Dugaan kasus penyelewengan Dana Abadi Umat (DAU) yang menyeret nama menteri agama terus menggelinding. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar mengaku sedang mempelajari modus dugaan penyimpangan dana milik para jamaah haji Indonesia itu.
"Kami sudah lihat modusnya seperti apa," kata Antasari Azhar kemarin. Menurut dia, jika ternyata modus (penyimpangan) yang terjadi sama seperti yang lalu (era Menteri Agama Said Aqil Husein Al Munawar), KPK tidak segan-segan menindaklanjuti. "(Tidak ada alasan) mengapa kami tidak tindak lanjuti?" ujarnya.
Dihubungi secara terpisah, Menteri Agama M. Maftuh Basyuni dengan tegas mempersilakan KPK memeriksa departemen yang dipimpinnya. Langkah itu sejalan dengan komitmen Depag untuk ikut memberantas korupsi. ''Kami tunggu apa yang akan diselidiki KPK, kami tidak akan lari,'' tegasnya.
Maftuh mengemukakan, sejak awal kepemimpinannya, dia melakukan kontrak politik sejalan dengan amanat UU No.28/1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN. Ini ditindaklanjuti dengan Inpres No.5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang dijabarkan dalam Surat Edaran Menpan SE/06/MPN/04/2006 Tanggal 24 April 2006 tentang Pelaksanaan Pakta Integritas.
''Saya telah mengeluarkan Instruksi Menteri Agama No.3 Tahun 2006 Tanggal 10 November 2006 tentang Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi dengan Pendekatan Agama di Lingkungan Depag,'' terang Maftuh.
Mantan duta besar RI untuk Arab Saudi tersebut mengajak seluruh jajarannya untuk bersama-sama berupaya menerapkan ketentuan dalam melaksankan tugas. Itu dilakukan sebagai upaya konkret meningkatkan kinerja Depag dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Dugaan penyelewengan dana jamaah tersebut kembali mengemuka setelah Indonesian Corruption Watch melaporkan Maftuh Basyuni kepada KPK. Maftuh diduga menikmati DAU Rp 534.353.727. Dana itu diduga masuk ke kantongnya saat awal-awal menjabat.
Namun setelah waktu berjalan, menteri yang dikenal tegas itu mengadakan sejumlah perubahan. Salah satu yang menonjol adalah keluarnya Keputusan Menag Nomor 23 Tahun 2005. Keputusan tersebut merevisi Keputusan Menag Nomor 88 Tahun 2005. Isinya, tunjangan ketua badan pengelola yang semula Rp 15 juta dipangkas menjadi Rp 5 juta.
Menteri Maftuh juga menginstruksikan kepada Irjen Depag untuk memeriksa secara menyeluruh pemanfaatan DAU. Belakangan, rekomendasi Irjen Depag untuk membekukan DAU juga dipenuhi. Sejak itu, tidak ada lagi tunjangan atau dana lain yang diterima Badan Pengelola DAU (BPDAU).
Sebelum Maftuh, kasus tersebut juga sudah mencuat pada 2005. Saat itu, mantan Menteri Agama Said Aqil Husein Al Munawar serta Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Taufik Kamil menjadi terpidana karena terbukti menyelewengkan DAU. Mahkamah Agung memvonis keduanya masing-masing lima dan empat tahun penjara. (git/zul/el)
Sumber: Jawa Pos, 28 Januari 2009