KPK Bentuk Pusat Pelaporan Gratifikasi
Didirikan di Setiap Instansi Pemerintahan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera membuka pusat pelaporan gratifikasi. Pusat pelaporan tersebut akan dibuat di instansi-instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, serta BUMN (badan usaha milik negara). Upaya tersebut dimaksudkan agar pejabat dan PNS (pegawai negeri sipil) lebih mudah dalam melaporkan gratifikasi.
Selama ini pelaporan gratifikasi dipusatkan secara langsung di KPK. Hal itu cukup menyulitkan bagi para pejabat dan PNS yang berniat melaporkan.
''Kadang karena terlalu jauh, mereka bingung mau lapor ke mana. Padahal, gratifikasi itu asal muasal dari korupsi,'' kata Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Haryono Umar setelah pembukaan Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah di Hotel Borobudur, Jakarta, kemarin (27/7).
Haryono mengungkapkan, ide pembentukan pusat pelaporan gratifikasi tersebut sudah diuji di internal KPK. Nanti pusat pelaporan itu berkoordinasi dengan KPK. Sebab, pemeriksaan terhadap pelaporan tetap menjadi wewenang KPK.
Beberapa kementerian dan BUMN, lanjut Haryono, juga sudah meminta pusat pelaporan gratifikasi tersebut dibuka. Karena itu, Agustus mendatang KPK membukanya di PT Pertamina, Kementerian Kominfo, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perdagangan. Instansi-instansi itu sudah menyatakan kesiapan mereka atas pusat pelaporan gratifikasi.
Dengan adanya pusat pelaporan gratifikasi tersebut, dia berharap, makin tinggi kesadaran masyarakat untuk melaporkan gratifikasi. Sepanjang 2010, KPK baru menerima 128 laporan gratifikasi dari pejabat negara dan PNS. Jumlah laporan itu dinilai kecil karena pada 2009 ada 300 laporan gratifikasi yang masuk ke KPK. Diduga, masih banyak gratifikasi yang belum dilaporkan ke KPK..
''Masalahnya, kadang-kadang satu lapor, yang lain enggak lapor. Memang rendah. Kita lihat dari seluruh Indonesia, sampai saat ini (pada 2010) baru masuk 128 laporan,'' jelas Haryono.
Di antara jumlah itu, lanjut dia, kebanyakan berkaitan dengan penyelenggaraan pernikahan. Gratifikasi yang dilaporkan berupa angpau dari seseorang yang diduga mengandung konflik kepentingan.
Haryono menyebut, seharusnya laporan gratifikasi berjumlah lebih banyak dan beragam. Sebab, gratifikasi tidak hanya terkait dengan pernikahan. ''Gratifikasi kan segala macam seperti dia (pejabat atau PNS) mendapat honor,'' katanya.
Untuk meningkatkan kesadaran dalam melaporkan gratifikasi, ungkap Haryono, pengawas internal di setiap instansi seharusnya aktif. Dia menjelaskan, prinsipnya gratifikasi adalah penerimaan lain di luar gaji dalam bentuk apa pun dan senilai berapa pun.
Menurut Haryono, setiap pejabat dan PNS wajib melaporkan gratifikasi dalam rentang 30 hari kerja sejak menerima. ''Gratifikasi dianggap suap apabila berkaitan dengan jabatan dan bertentangan dengan tugas dan kewajiban. Jika dia lapor, tuduhan suap itu gugur. Tetapi, kalau tidak lapor, dia bisa kena pasal suap dan pidana,'' jelasnya. (sof/c7/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 28 Juli 2010