KP2KKN: Parsel Bentuk Gratifikasi
Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi Kolusi Nepotisme (KP2KKN) Jateng menyoroti kebijakan yang memperbolehkan pejabat di lingkungan pemerintahan menerima parsel. Dengan kebijakan itu, Pemprov Jateng dinilai tak mendukung upaya pemberantasan korupsi kolusi dan nepotisme. Pasalnya, pemberian parsel merupakan bentuk gratifikasi.
Sekretaris KP2KKN Eko Haryanto menyayangkan pernyataan Gubernur Bibit Waluyo yang tak melarang pemberian parsel kepada pejabat. Padahal, provinsi seperti DI Yogyakarta dan Jabar tegas melarang pemberian parsel bagi pejabat.
Parsel disebut budaya yang sudah ada sejak kehidupan nenek moyang. Menurut Eko, tradisi tersebut justru termasuk yang tidak baik sehingga tak perlu dilestarikan.
Apalagi parsel dapat dikategorikan gratifikasi sesuai UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Parsel biasanya berisi makanan, tapi siapa yang tahu bila di dalamnya terselip amplop, voucher atau kain sutra,” kata Eko.
Menurut penjelasan Pasal 12B UU No 20/2001, gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas. Meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Menurut Eko, amat jarang pejabat menerima parsel dari bawahan. Biasanya, mereka justru mendapatkan parsel dari relasi seperti pengusaha barang dan jasa. KP2KKN pun tegas menolak bentuk budaya yang tidak baik tersebut.
Silaturahmi
Beberapa waktu lalu, Bibit mengatakan tidak ada instruksi menyangkut penolakan pemberian itu. Tradisi tersebut sudah ada sejak dulu sehingga harus dirawat hingga sekarang. Gubernur menyebut parsel hanya bersifat pemberian sehingga bila ada yang memberi tak boleh ditolak.
Ketua DPRD Jateng Murdoko memiliki pandangan senada dengan Bibit. Menurut Murdoko, pemberian parsel bentuk silaturahmi. Masyarakat provinsi ini disebutnya tak harus meninggalkan budaya, termasuk pemberian parsel. “Jangan diartikan parsel bentuk penyuapan. Justru ini budaya yang jangan dihilangkan,” ujar dia.
Kebijakan mengenai parsel di Jateng juga mendapat sorotan dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kota Semarang. Ketua HMI Semarang Muhammad Ulil Haq mengatakan, pernyataan Gubernur yang menyebut pemberian parsel merupakan tradisi nenek moyang tak patut diungkapkan saat ini.
‘’Kami mendesak gubernur mencabut pernyataan diperbolehkannya pejabat menerima parsel dan menolak pemberian parsel kepada pejabat baik pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota,’’ tandasnya. (J17,mad-65)
Sumber: Suara Merdeka, 19 Agustus 2011