Korupsi PBB/BPHTB; Jaksa Periksa Saksi, Gubernur Perlu Izin
Bagian Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung menyidik dugaan korupsi dalam penyaluran dan penggunaan dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan atau PBB dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau BPHTB di Provinsi Bengkulu. Tim jaksa yang diketuai Faried Haryanto bahkan sudah menetapkan Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamuddin sebagai tersangka.
Rabu (3/9), jaksa mulai memeriksa sejumlah saksi untuk perkara tersebut. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy menyebutkan, pemeriksaan memang baru dilakukan untuk orang-orang yang dekat dengan Gubernur. Mereka diperiksa sebagai saksi untuk mencocokkan barang bukti yang dimiliki jaksa dengan keterlibatan Gubernur dalam perkara itu.
”Kalau untuk memeriksa Gubernur, kan, perlu izin Presiden. Makanya, kami mulai dari memeriksa saksi-saksi dulu,” kata Marwan.
Saksi yang diperiksa hari Rabu kemarin adalah Nuim Hidayat (ajudan Gubernur), Herman Syahrial (Kepala Subbagian Keuangan Dinas Pendapatan Daerah/Dispenda Provinsi Bengkulu), Zulkifli (Bendahara Dispenda Provinsi Bengkulu), dan Samsul Fajri (Kepala Biro Keuangan Sekretariat Daerah Provinsi Bengkulu).
Informasi yang diperoleh Kompas, hari Kamis ini Dastriana Mirza (Direktur Utama PT Bengkulu Mandiri) dan Salman Rupni (Komisaris Utama PT Bengkulu Mandiri) akan diperiksa jaksa sebagai saksi. PT Bengkulu Mandiri adalah badan usaha milik daerah Provinsi Bengkulu. Surat izin untuk memeriksa Agusrin, kata Marwan, belum disusun.
Tahun 2006 Provinsi Bengkulu memperoleh dana bagi hasil PBB dan BPHTB sebesar Rp 27,607 miliar. Dana itu mestinya masuk ke rekening kas umum daerah pada Bank Pembangunan Daerah Bengkulu. Namun, pada 22 Maret 2006, Agusrin mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan tentang penambahan rekening pada BRI Cabang Bengkulu, atas nama Dispenda Bengkulu.
Kemudian, dana bagi hasil PBB dan BPHTB itu disalurkan ke rekening khusus Pemerintah Provinsi Bengkulu, yang diatasnamakan Dispenda Bengkulu. Akibatnya, dana sebesar Rp 21,323 miliar dapat digunakan dengan leluasa oleh Chairudin selaku Kepala Dispenda Bengkulu. Dana digunakan, antara lain, untuk membiayai kegiatan yang belum dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Bengkulu dan biaya-biaya lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, termasuk dana yang diberikan/diterima Agusrin melalui staf atau ajudannya, sebesar Rp 6 miliar.
Chairudin sudah disidangkan di Pengadilan Negeri Bengkulu dan dihukum satu tahun penjara. (idr)
Sumber: Kompas, 4 September 2008