Korupsi di ESDM; Direktur Jenderal LPE Ditetapkan Tersangka
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Jacobus Purwono sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan sistem listrik tenaga matahari untuk rumah tangga tahun anggaran 2007-2008. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 119 miliar.
KPK juga menetapkan pemimpin proyek, Kosasih, sebagai tersangka.
”Berdasarkan penyelidikan dalam kaitan pengadaan solar home system (sistem listrik tenaga matahari untuk rumah tangga) di Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE), sejak pekan lalu KPK meningkatkan status dari penyelidikan ke penyidikan,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Selasa (29/6). Pada hari yang sama, KPK juga menggeledah Kementerian ESDM untuk melengkapi data.
Dengan perkara berstatus penyidikan, KPK menetapkan Dirjen LPE ESDM JP (Jacobus Purwono) dan pejabat pembuat komitmen K (Kosasih) sebagai tersangka. ”Dari pengembangan penyelidikan ke penyidikan, kami menemukan ada pengaturan mengenai harga dan pemenang perusahaan yang mengikuti tender,” kata Johan.
Dia menambahkan, dari hasil pemeriksaan terhadap terperiksa ataupun data dan fakta, JP dan K diduga menerima uang dari perusahaan rekanan. Dana itu lalu dimasukkan sebagai dana taktis. ”Besarnya sekitar Rp 4,6 miliar. Namun, masih mungkin untuk berkembang,” katanya.
Terkait dengan proyek pengadaan ini, KPK juga menemukan penggelembungan harga. ”Kalau dihitung, kerugian negara sekitar Rp 119 miliar,” ujarnya.
Proyek ini, menurut Johan, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga dengan memanfaatkan tenaga surya di sejumlah wilayah di Indonesia. Perangkat untuk sistem ini terdiri dari empat komponen, yaitu solar module, baterai, battery control unit, dan inverter.
Selama 2008, dibangun setidaknya 40.000 solar home system (SHS) dengan kapasitas total sekitar 2 megawatt. Pada 2007, ESDM membangun 33.000 SHS yang tersebar di 30 provinsi dengan dana mencapai Rp 253 miliar.
”Kami masih hitung nilai proyek sesungguhnya, tetapi bisa di atas Rp 1 triliun,” kata Johan.
Secara terpisah, Selasa, Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh menyatakan, dirinya belum mendapatkan pemberitahuan resmi mengenai penetapan tersangka itu. ”Kami prihatin dan mengharapkan proses hukum bisa berjalan baik sesuai ketentuan yang berlaku,” ucapnya.
Terkait tindak lanjut internal di Kementerian ESDM, Darwin menyatakan, akan menghormati proses hukum yang berlangsung. Kementerian ESDM percaya kepada KPK untuk menjalankan tugas dan fungsi sesuai aturan. Pihaknya juga tak akan terburu-buru mengambil sikap. (aik/evy)
Sumber: Kompas, 30 Juni 2010
--------------
Dirjen Listrik Jadi Tersangka Kasus Korupsi
Proyek Pengadaan Solar Home System
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan dugaan tindak pidana korupsi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Diduga, korupsi dilakukan dalam proyek pengadaan solar home system (SHS) oleh Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi. KPK menetapkan dua tersangka dalam kasus tersebut, yakni Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi Jacobus Purwono serta Kosasih selaku pimpinan proyek (Pimpro) itu.
"Hari ini (kemarin, Red), berdasar penyelidikan dan bukti dalam kaitan pengadaan SHS di Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi tahun anggaran 2007-2008, KPK telah meningkatkan status dari penyelidikan ke penyidikan dengan tersangka JP (Jacobus Purwono, Red), Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi di ESDM. Kemudian, ada K (Kosasih, Red) yang dulu disebut Pimpro dan sekarang disebut pejabat pembuat komitmen," urai Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. di gedung KPK kemarin (29/6).
Johan menuturkan, kasus itu bermula ketika KPK menyelidiki pengadaan dan pemasangan SHS oleh Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi di beberapa wilayah Indonesia pada 2007-2008. Dalam pengembangan penyelidikan hingga penyidikan, ditemukan pengaturan pemenang tender dalam proyek pengadaan tersebut. Berdasar hasil pemeriksaan data, fakta, dan terperiksa, dua tersangka itu diduga menerima duit suap dari pemenang tender. "Proyek itu memang dilakukan secara tender. Tapi, ada pengaturan," ujar Johan.
Duit suap tersebut, lanjut dia, dimasukkan ke dalam catatan yang disebut dana taktis dari rekanan. Besarnya sekitar Rp 4,6 miliar. Duit itu diberikan secara bertahap dalam periode 2007-2008. "Tapi, jumlah tersebut mungkin berkembang," imbuh dia. Selain pengaturan pemenang, dalam pengembangan penyidikan ditemukan modus penggelembungan harga (mark-up). Dua tersangka itu juga diduga menggelembungkan harga barang dalam proyek pengadaan tersebut. Berdasar hasil penelusuran sementara KPK, pengelola anggaran menyarankan menetapkan satu harga tertentu.
Terkait dengan mark-up itu, negara rugi Rp 119 miliar. Namun, menurut Johan, jumlah tersebut akan bertambah. "Kami terus hitung nilai proyek yang sesungguhnya. Tapi, bisa sampai di atas Rp 1 triliun," ujarnya. Johan menambahkan, kemarin KPK juga menggeledah Kantor Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi Kementerian ESDM di kawasan Jalan Kuningan.
Atas perbuatan tersebut, keduanya disangka melanggar pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3, serta Pasal 5 dan atau pasal 11 UU No 31/1999 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Menteri ESDM Prihatin
Hingga tadi malam, sejumlah pejabat Kementerian ESDM yang dihubungi bungkam dan menghindar saat diminta menanggapi kasus tersebut. Telepon seluler Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) J. Purwono dimatikan ketika dihubungi Jawa Pos. Padahal, sebelumnya dia selalu responsif menjawab telepon para wartawan. Pesan singkat (SMS) yang dikirimkan Jawa Pos juga tidak dibalas.
Sementara itu, Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh menyatakan sangat prihatin dengan penetapan Purwono sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK. "Kalau memang berita resminya demikian, saya prihatin. Kami berharap proses hukum bisa berjalan baik dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata Darwin melalui pesan singkat tadi malam.
Sebagai orang nomor satu di Kementerian ESDM, dia meminta pihak yang berwenang benar-benar menyelidiki kebenaran kasus tersebut. Dia akan menyerahkan kasus itu sepenuhnya kepada penegak hukum. Sebab, perkara tersebut masih diselidiki. "Kami pahami bahwa ada ketentuan untuk setiap proses. Kami tidak akan terburu-buru mengambil keputusan atau bersikap," jelasnya. (ken/wir/c11/iro/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 30 Juni 2010