Kontroversi Buku George; George Aditjondro Siap Lakukan Debat Publik
Buku karya George Junus Aditjondro memancing kontroversi di masyarakat. Pihak yang kontra menganggap buku itu harus dilarang karena penuh fitnah dan mengganggu demokrasi, sementara yang mendukung berpandangan buku itu dapat menyuburkan demokrasi dan tidak perlu ditarik.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman termasuk yang keberatan dengan buku berjudul Membongkar Gurita Cikeas tersebut.
Irman, Senin (28/12), mengaku belum membaca buku itu, tetapi dari sejumlah informasi yang dia terima, ia menyimpulkan buku itu tidak akurat bahkan bisa mengarah ke fitnah. Buku itu juga dianggap bisa mengganggu proses demokrasi karena kebebasan seakan-akan tidak disertai tanggung jawab.
Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso dari Partai Golkar berpandangan, buku itu tidak perlu dilarang karena suasana politik sekarang berbeda dengan suasana politik di era Soeharto. ”Dengan adanya reformasi sistem politik dan amandemen undang-undang dasar, larangan buku semacam itu malah bisa menimbulkan kegaduhan baru,” ucapnya.
Membaca sekilas isi buku itu, Priyo mengaku sempat kecut. Namun, ia tidak setuju kalau buku itu dilarang. Jika isi buku itu tidak benar, dia menyarankan pihak-pihak yang merasa dirugikan membuat buku tandingan.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Taufik Kiemas menanggapi buku George itu dengan sikap tenang. Menurut dia, semua presiden, mulai dari Soeharto hingga Abdurrahman Wahid, pernah ditulis miring oleh George, termasuk juga dirinya yang ditulis sebagai ”RI Satu Setengah”. ”Karena saya aktivis juga, jadi tenang-tenang saja,” ucap Taufik sambil tertawa.
Sekjen Partai Demokrat Amir Syamsuddin menilai buku itu sebagai ”buku sampah”. ”Saya sebelumnya termasuk pengagum (George) Junus. Tapi maaf saja, setelah baca buku ini, saya bilang buku ini sampah,” ujarnya.
Menurut Amir, buku itu bisa dikategorikan buku sampah karena antara judul dan isi buku sama sekali tidak ada korelasinya. Judul buku itu, menurut dia, sangat dahsyat, yaitu membongkar gurita Cikeas dan mengaitkan dengan skandal Century. Namun, isinya sama sekali tidak membicarakan kasus Century.
Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch Danang Widoyoko, yang memberikan komentar dalam buku itu, berpandangan, buku George justru bisa menyuburkan demokrasi. ”Kekuasaan, kan, harus dikontrol. Tugasnya George mengontrol SBY, terutama memetakan sejumlah yayasan yang selama ini tidak diketahui publik,” katanya.
Siap debat publik
George Junus Aditjondro, dalam jumpa pers di Galangpress, Yogyakarta, Senin, menyatakan, apabila kontroversi terkait isi bukunya semakin panjang, ia bersedia melakukan debat publik dengan Presiden Yudhoyono.
”Kalau itu nanti terjadi, saya akan meminta bagian-bagian mana tulisan di buku saya yang dianggap tidak benar dan dianggap fitnah,” ujarnya.
George mengaku, sampai saat ini belum pernah menerima keberatan ataupun protes dari Yudhoyono. Ia juga belum pernah menerima intimidasi dalam bentuk apa pun terkait bukunya. Namun, George merasa bukunya akan makin memunculkan silang pendapat banyak kalangan.
Seperti diberitakan, Presiden Yudhoyono, Sabtu lalu, mengatakan keprihatinannya atas buku tersebut yang dinilai memuat fakta-fakta yang tidak akurat dan tidak mengandung kebenaran (Kompas, 27/12).
Dalam buku itu, George antara lain menulis yayasan-yayasan yang ada kaitannya dengan keluarga Yudhoyono. Yayasan itu memobilisasi dukungan politik dan ekonomi untuk pemilihan Partai Demokrat dan Yudhoyono.
Masih dikaji
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Didiek Darmanto menyebutkan, tim clearing house yang terdiri atas kejaksaan, kepolisian, Badan Intelijen Negara, Menteri Komunikasi dan Informatika, dan Majelis Ulama Indonesia bekerja sama untuk mengkaji buku itu.
Parameter yang dikaji antara lain apakah buku itu mengganggu ketertiban umum. Tim akan memutuskan apakah buku itu dilarang beredar atau tidak.
Secara terpisah, Koordinator Unit Pengembangan Sumber Daya Hak Asasi Manusia Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Wahyu Wagiman berpendapat, jika memang buku itu dinilai bermasalah oleh Presiden, sebaiknya Presiden menulis buku saja.
Pengajar Ilmu Politik Universitas Indonesia, Boni Hargens, menilai buku yang ditulis George bukan bukti hukum untuk menjerat pihak-pihak yang terlibat dalam kasus Bank Century.
”Tapi, buku itu bisa jadi panduan bagi Pansus Bank Century untuk menemukan bukti-bukti hukum,” tambahnya.
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Muladi menyarankan Presiden Yudhoyono segera menggelar klarifikasi langsung untuk menjawab semua tuduhan yang dialamatkan pada dirinya.
”Presiden harus tegas dan terbuka mengklarifikasi apa yang ditulis Aditjondro dalam buku itu. Apalagi ini menyangkut citra Presiden. Jangan melalui juru bicara lagi, langsung saja tanggapi sendiri,” kata Muladi yang menilai cara klarifikasi akan jauh lebih dihormati daripada menggunakan pendekatan hukum.
Menurut Muladi, belakangan ini Presiden memang banyak mengalami serangan politik, tetapi hal itu dinilai biasa, mengingat Presiden Yudhoyono terpilih untuk yang kedua kalinya dan sampai saat ini masih tetap populer di mata masyarakat.
Kecaman Ikapi DIY
Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) DI Yogyakarta mengecam segala bentuk pelarangan, penghambatan peredaran buku, ataupun penarikan buku dari pasaran seperti terjadi pada buku Membongkar Gurita Cikeas. Ia menilai tindakan itu melanggar hak warga negara untuk berpendapat dan memperoleh informasi yang dilindungi UUD 1945.
Pengacara dari Galangpress, Jeremias Lemek, mengatakan, buku itu berdasarkan data ilmiah. ”Kalau ada yang tersinggung, silakan mengkritisi lewat buku juga. Galangpress berani menerbitkan buku ini karena si penulis menggunakan dasar penelitian, bukan rekayasa untuk mencemarkan nama baik,” paparnya.
Buku tersebut dicetak 4.000 eksemplar, tetapi sampai kemarin buku tersebut sulit dicari di pasaran.(PAR/IDR/IRE/DWA/SUT)
Sumber: Kompas, 29 Desember 2009