Konsorsium Reformasi Hukum Nasional Pertanyakan Pelaksanaan Pembaruan Pemasyarakatan
Buntut Kasus Sel Mewah Artalyta
Inspeksi mendadak (sidak) Satgas Pemberantasan Mafia Hukum di Rutan Pondok Bambu pekan lalu menunjukkan lemahnya pengawasan lembaga pemasyarakatan. Konsorsium Reformasi Hukum Nasional mempertanyakan pelaksanaan blue print (cetak biru) pembaruan pemasyarakatan.
Wakil Ketua KRHN Muji Kartika Rahayu mengatakan, blue print disusun sejak 2008 dan menjadi pegangan Dirjen Pemasyarakatan Depkum HAM. ''Problemnya bukan pada konsep blue print, tapi pada kontinuitas untuk melaksanakan pengawasan,'' kata Muji di Jakarta kemarin (16/1).
Menurut dia, perlu ada perubahan di pengawasan internal lapas. Sebab, selama ini pengawasan internal jarang berhasil karena adanya konflik kepentingan. ''Kuncinya terletak pada integritas aparat di lembaga pemasyarakatan untuk menegakkan pengawasan,'' kata Muji.
KRHN, lanjut Muji, juga meminta Satgas untuk tidak melulu menggunakan cara sidak dalam upaya memberantas mafia hukum di lapas. Cara-cara dengan memanfaatkan teknologi bisa menjadi alternatif. Misalnya, pemasangan CCTV. ''Bisa juga dengan menyusupkan orang sehingga tetap ada informasi yang diperoleh,'' terangnya.
Cara sidak memang cukup menjadi terapi kejut. Namun, hal itu bisa jadi hanya akan memberikan efek sesaat. ''Kalau lengah, sangat mungkin jalan lagi,'' kata Muji.
Dalam pertemuan antara Satgas dan Menkum HAM Patrialis Akbar Rabu lalu (13/1), salah satu poin yang menjadi pembahasan adalah cetak biru pemasyarakatan dan reformasi birokrasi. Sekretaris Satgas Denny Indrayana mengatakan, langkah itu penting sebagai solusi jangka panjang. ''Untuk jangka panjang, perlu ada pembenahan dan perbaikan sistem di lembaga pemasyarakatan,'' kata Denny setelah pertemuan. Sementara solusi jangka pendek adalah pemberian sanksi kepada mereka yang bersalah.
Seperti diketahui, empat anggota Satgas melakukan sidak ke Rutan Pondok Bambu. Satgas menemukan adanya tahanan yang mendapatkan perlakuan istimewa. Salah satu di antaranya, Artalyta Suryani alias Ayin, terpidana kasus suap jaksa Urip Tri Gunawan. Misalnya, adanya fasilitas lengkap, seperti lemari es dan sofa. Di ruangan khusus, Ayin juga sering menggelar rapat dengan mengundang karyawannya. (fal/agm)
Sumber: Jawa Pos, 17 Januari 2010