Konferensi Antikorupsi; Waspadai Korupsi Sektor Kehutanan
Korupsi sektor kehutanan menjadi salah satu isu penting yang dibahas pada hari kedua Konferensi Internasional Antikorupsi Ke-14 di Bangkok, Thailand, Kamis (11/11). Selain merugikan negara dalam jumlah besar, korupsi di sektor ini juga bisa menggagalkan upaya memperlambat laju pemanasan global melalui berbagai mekanisme pelestarian hutan.
Ahmad Darmawan, peneliti dari CIFOR yang menjadi pembicara dalam sesi ”Follow the Money to Curb Forest Crime”, mengatakan, kebanyakan negara yang berpotensi mendapatkan dana dari mekanisme kerja sama pengurangan emisi dari pembalakan dan deforestasi (REDD+) memiliki reputasi buruk dalam pemberantasan korupsi.
Wartawan Kompas Ahmad Arif dari Bangkok, Kamis, melaporkan, sembilan negara yang berpotensi mendapatkan pendanaan dari REDD+ memiliki skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) berdasarkan survei Transparency International 2010 di bawah 3,6. Kesembilan negara tersebut adalah Panama (IPK 3,6), Zambia (IPK 3,0), Indonesia (IPK 2,8), Bolivia (IPK 2,8), Vietnam (IPK 2,7), Tanzania (IPK 2,7), Paraguay (IPK 2,2), Papua Niugini (IPK 2,1), dan Kongo (IPK 2,0).
Kekhawatiran yang sama disampaikan Peter Larmour dari The Australian National University. Dia menyatakan, mekanisme pendanaan pelestarian hutan terkait pencegahan perubahan iklim bisa menjadi ladang baru korupsi di sektor kehutanan.
Bahkan, dalam kasus Indonesia, mantan Direktur Perencanaan dan Keuangan Kementerian Kehutanan Wandojo Siswanto, yang merupakan salah satu tokoh kunci negosiasi REDD+ dalam Konferensi Perubahan Iklim di Kopenhagen, telah menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima suap dari Direktur PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo dalam perkara pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu.
Pembicara lainnya, Wakil Ketua KPK M Jasin, mengatakan, korupsi sektor kehutanan mengakibatkan kerugian negara dalam jumlah sangat besar.
Julie Walters dari Australian Institute of Criminology mengatakan, korupsi kehutanan sangat dekat dengan kejahatan pencucian uang.
Sumber: Kompas, 12 Nopember 2010