Komisi Yudisial Telusuri Kebocoran Vonis Joko Tjandra

Komisi Yudisial sedang menelusuri dugaan kebocoran vonis kasus pencairan hak tagih piutang atau cessie Bank Bali sehingga menyebabkan pemilik PT Era Giat Prima, Joko Soegiarto Tjandra, kabur ke luar negeri. Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas mengatakan sudah mengirim surat ke Mahkamah Agung untuk menelusuri ke dalam. ”Surat telah dikirim pekan lalu,” ujar Busyro kepada wartawan di kantornya kemarin.

Menurut Busyro, Komisi Yudisial berinisiatif menelusuri kemungkinan kebocoran vonis tersebut karena kasus itu menjadi sorotan masyarakat. ”Tapi belum direspons,” katanya.

Mahkamah Agung pada 11 Juni lalu mengabulkan peninjauan kembali kasus pengalihan hak tagih piutang (cessie) Rp 546 miliar milik Bank Bali yang diajukan jaksa, dan menghukum Joko serta bekas Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin dua tahun penjara. Sehari sebelum vonis, Joko telah terbang ke luar negeri. Joko terbang menggunakan pesawat carteran dengan tujuan Papua Nugini. Putusan tersebut diduga telah bocor ke Joko sebelum dikeluarkan oleh majelis.

Ketua Mahkamah Agung Harifin Andi Tumpa membantah anggapan bahwa putusan peninjauan kembali dengan terpidana Joko Soegiarto Tjandra bocor sehingga yang bersangkutan kabur ke luar negeri. "Saya yakin tidak bocor. Tapi namanya informasi, bisa saja. Kalau ada bocoran seperti itu, bocoran itu tidak akurat karena penentuan dia bersalah itu pada saat musyawarah pada hari dan tanggal putusan itu diucapkan," kata Harifin, Jumat dua pekan lalu.

O.C. Kaligis, pengacara Joko, mengatakan kliennya sudah tinggal di Singapura. Joko sempat menulis surat ke kejaksaan agar eksekusinya ditunda sebulan. Joko kini mengadakan perlawanan hukum dengan mengajukan permohonan peninjauan kembali. Sidang peninjauan kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dua hari yang lalu.

Kaligis menilai Mahkamah Agung telah keliru mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan jaksa. Sebab, menurut dia, sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, peninjauan kembali merupakan hak terpidana dan ahli warisnya. Sehingga Mahkamah dan kejaksaan dinilai mengabaikan undang-undang.

Busyro sependapat dengan Kaligis. ”Itu melanggar KUHAP,” ujar Busyro. Sikap Mahkamah Agung menerima PK jaksa dinilai melanggar asas kepastian hukum. Menurut Busyro, hakim seharusnya menerima permohonan peninjauan kembali yang diajukan Syahril dan Joko. "Dengan catatan, setelah itu kasusnya ditutup tidak boleh PK lagi," katanya. SUTARTO

Sumber: Koran Tempo, 1 Juli 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan