Komisi Ombudsman Diberi Payung Hukum
Ada napas baru bagi Komisi Ombudsman Nasional (KON). Lembaga yang saat ini belum dikenal luas oleh publik itu akan mendapatkan payung hukum.
''Sekarang ada landasan yang lebih jelas dan kuat bagi lembaga ombudsman,'' jelas Ketua Panja RUU Ombudsman M. Aziz Syamsuddin dalam raker dengan Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta di gedung DPR kemarin (1/9).
Ada napas baru bagi Komisi Ombudsman Nasional (KON). Lembaga yang saat ini belum dikenal luas oleh publik itu akan mendapatkan payung hukum.
''Sekarang ada landasan yang lebih jelas dan kuat bagi lembaga ombudsman,'' jelas Ketua Panja RUU Ombudsman M. Aziz Syamsuddin dalam raker dengan Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta di gedung DPR kemarin (1/9).
Dalam waktu dekat, tepatnya 9 September mendatang, DPR mengesahkan RUU Ombudsman Republik Indonesia.
Aziz menjelaskan, sebelumnya, pendirian KON hanya berdasar Keppres No 44/2000 yang diterbitkan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pada 10 Maret 2000. Gus Dur mendesain KON sebagai instrumen pemerintah untuk menyerap aduan masyarakat terkait dengan rendahnya mutu pelayanan publik yang dilakukan aparatur negara.
Struktur KON terdiri atas enam orang. Ketua dijabat Antonius Sujata SH, wakil ketua Prof Dr Sunaryati Hartono, dan empat anggota lainnya adalah Erna Sofwan Sjukrie SH, Teten Masduki, R.M. Surachman, serta Masdar Farid Mas'udi. ''Ke depan, kami desain lembaga itu beranggota sembilan orang,'' ungkapnya.
Menurut Aziz, terhitung sejak setahun dari disahkannya UU tersebut, susunan organisasi, keanggotaan, tugas, wewenang, dan prosedur KON harus disesuaikan dengan UU Ombudsman. ''Bila dipandang perlu, ombudsman juga bisa mendirikan perwakilan di daerah provinsi atau kabupaten/kota,'' ujar wakil ketua komisi III itu.
Aziz menyampaikan, sebelum ada KON, pengaduan pelayanan publik hanya disampaikan kepada instansi yang bermasalah dan penanganannya sering dilakukan pejabat yang dilaporkan. ''Akibatnya, masyarakat belum memperoleh perlindungan memadai,'' ungkapnya.
Selain itu, penyelesaian pengaduan pelayanan publik kerap dilakukan dengan mengajukan gugatan melalui pengadilan. Padahal, penyelesaian melalui jalur pengadilan memerlukan waktu cukup lama dan biaya tidak sedikit.
''Karena itu, diperlukan lembaga tersendiri, yakni ombudsman RI, yang bisa menangani pengaduan pelayanan publik dengan mudah dan tidak memungut biaya sama sekali,'' tegasnya. (pri/tof)
Sumber: Jawa Pos, 2 September 2008