Komisi Korupsi Diminta Ambil Alih Kasus Korupsi DPRD Jawa Barat (3 Juli 2004)
BANDUNG -- West Java Corruption Watch (WJCW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengambil alih kasus pembobolan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Barat sebesar Rp 33,375 miliar. Uang itu dipakai untuk membeli tanah kaveling 100 orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat.
Koordinator WJCW Harlan M. Fahra Jumat (2/7) mengatakan, pengambialihan itu perlu dilakukan karena Kejaksaan Tinggi Jawa Barat terlihat tidak serius menangani kasus tersebut. Buktinya, kasus yang telah diproses sejak Februari 2003 ini terkatung-katung. Bahkan Harlan menduga ada deal tertentu yang menyebabkan terhambatnya proses ini antara Kepala Kejati Jawa Barat dan para petinggi lembaga eksekutif di daerah dan pusat maupun dengan lembaga legislatif provinsi.
Permohonan pemeriksaan Ketua DPRD Jawa Barat Eka Santosa dan beberapa anggota Dewan yang kesaksiannya akan memperjelas kasus korupsi ini baru diajukan kejaksaan pada Mei 2004. Sampai sekarang, izin dari Departemen Dalam Negeri itu belum turun.
Bahkan pemeriksaan terhadap Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan yang saat pembobolan dana APBD menjabat sekretaris daerah provinsi dan memegang peranan penting dalam pencairan dana tersebut, hingga saat ini belum dimintai keterangan sebagai saksi.
Padahal, Eka Santosa akan segera menuju Senayan karena dia terpilih menjadi anggota DPR dari PDIP. Demikian juga Koerdi Mukri, Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PPP yang telah ditetapkan sebagai tersangka bersama dua orang wakil ketua lainnya, akan segera melenggang ke gedung DPR di Jakarta.
Kalau sudah menjadi anggota DPR RI lebih sulit untuk memeriksa mereka karena izinnya harus dari presiden. Padahal jangankan izin presiden, izin dari Mendagri saja sulit turun, kata Harlan. Kalau ditangani KPK, izin itu tidak perlu lagi karena KPK bisa langsung memanggil dan memeriksa siapa saja sehingga penanganan kasus ini akan lebih cepat.
Harlan mengungkapkan, pihaknya telah membicarakan masalah pengambilalihan kasus dana kaveling dengan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas Januari 2004. Namun, Erry saat itu mengatakan KPK akan melihat perkembangan penanganan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
Karena tidak ada perkembangan sama sekali, WJCW menindaklanjuti pembicaraan itu dengan melayangkan surat resmi kepada KPK pada April 2004. Isi surat itu mendesak KPK segera mengambil alih kasus itu dengan sejumlah alasan. Karena KPK belum juga mengambil alih kasus ini, Harlan menyatakan akan menemui Ketua KPK pekan depan.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Dade Ruskanda kepada Tempo News Room mengatakan, kelambanan proses hukum kasus dana kaveling ini karena berbagai sebab, di antaranya lambannya izin pemeriksaan anggota Dewan dari Menteri Dalam Negeri.
Dade mengatakan, pihaknya telah mengirimkan permohonan izin untuk memeriksa Ketua DPRD Jawa Barat Eka Santosa kepada Mendagri. Surat permohonan izin untuk memeriksa Ketua DPRD plus lima orang anggota Dewan lainnya sudah kami layangkan pada 14 Mei 2004. Tapi sampai sekarang belum turun izinnya.
Lima Anggota DPRD yang akan diperiksa bersama Eka Santosa adalah Mahmud Djamil dan Jeddy Sukriya dari Fraksi Golkar, Zaenal Arifin Sanusi dari Fraksi PKB, Dedi Rachmadi dari Fraksi PBB, dan Kolonel Soewarno dari Fraksi TNI/Polri.
Mengenai upaya WJCW untuk mengalihkan penanganan kasus ini kepada KPK, Dade mengatakan hal itu bisa saja dilakukan karena Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK memberikan ruang untuk itu. Silakan saja kalau itu dianggap akan bisa menyelesaikan kasus ini lebih cepat, karena ada UU yang memberikan peluang untuk dilakukannya upaya tersebut, ujar Dade.
Selain persoalan izin dari Menteri Dalam Negeri, pemeriksaan saksi-saksi pun berjalan lambat. Sejauh ini Kejaksaan Tinggi Jawa Barat baru memeriksa 53 orang saksi. Padahal, saksi yang akan dimintai keterangannya oleh tim penyidik lebih dari 120 orang. (rinny srihartini)
sumber: koran tempo