Komisi III Tidak Perlu Bikin Pansus Pelindo
Jakarta, antikorupsi.org (09/09/2015) – Koalisi masyarakat sipil antikorupsi menilai isyarat pembentukan panitia khusus (pansus) di Komisi III dalam ‘membantu’ kerja kepolisian menyelesaikan kasus dugaan korupsi Pelindo II penuh muatan politis. Yang mendesak dilakukan adalah Kepala Bareskrim Komjen Anang Iskandar harus memiliki target yang jelas untuk dapat menyelesaikan kasus ini sampai ke meja hijau. Sehingga tanpa pansus pun Bareskrim bisa menyelesaikan penyidikan kasus tersebut.
Seperti yang dikutip dari detik.com bahwa Wakil Ketua Komisi III TrimedyaPandjaitan mengatakan, Komisi III akan membuat pansus Pelindo II, agar kasus yang sebelumnya ditangani oleh Budi Waseso (kabareskrim sebelumnya) bisa jalan terus.
Menurut peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting, pembentukan pansus hanya akan mengiring kasus Pelindo II ke ranah pertarungan antar politisi. Tanpa adanya pansus pun seharusnya kepolisian harus tetap menyelesaikan kasus Pelindo II sampai selesai.
“Kepolisian seharusnya tetap melanjutkan mengusut kasus itu, ada atau tidaknya pembentukan pansus di Komisi III,” kata Miko saat dihubungi antikorupsi.org, Rabu (9/9/2015).
Penuntasan kasus ini juga perlu dilakukan agar bisa menekan anasir politik dalam pergeseran Budi Waseso sebagai Kabareskrim. Jika diperjalanan kepolisian mengalami kesulitan maka kasus tersebut dapat diambil alih oleh KPK.
“Kalau kepolisian kesulitan melakukan pengusutan, maka KPK dapat mengambil alih penanganan kasus berdasarkan kewenangan supervisi dan koordinasi,” ujarnya.
Miko menegaskan, Kabareskrim baru penting melakukan evaluasi atau gelar perkara atas kasus-kasus yang pernah ditangani oleh Kabareskrim lama (Budi Waseso). Nantinya akan ada dua keputusan yaitu menghentikan atau melanjutkan pengusutan kasus tersebut.
Kasus yang layak dihentikan adalah kasus yang kental dengan muatan kriminalisasi. Seperti kasus yang mengenai Bambang Widjojanto, Abraham Samad, Novel Baswedan, dan penggiat antikorupsi lainnya pasca penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka di KPK.
“Tentunya kasus seperti TPPI, Pelindo II, UPS, dan lainnya layak dilanjutkan sampai selesai. Jika tidak KPK bisa mengambil alih kasus tersebut,” tegas Miko.
Sementara itu koordinator bantuan hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Julius Ibrani berpendapat, seperti kasus pidana lainnya, pembentukan pansus bukan menjadi bentuk dukungan proses hukum formal. Namun lebih kepada sebagai alat tawar menawar politik.
Dia menegaskan, tidaklah penting Komisi III membentuk pansus. Selain akan koruptif, juga dibutuhkan dana ekstra melalui anggaran khususnya di komisi III DPR.
“Sudah tidak ada hasil kerjanya, anggaran habis begitu saja. Bagaimana pertanggungjawabannya? Kan tidak ada,” keluh Julius.
Dalam hal ini, Kabareskrim baru harus dapat mengeliminasi unsur politik yang masuk dalam proses hukum Pelindo II. “Sedikit apapun bentuknya (unsur politik) jangan sampai masuk,” ucapnya.
Selain itu, Kabareskim baru harus dapat bekerja dengan timeline dan target yang jelas. Bukan hanya melaksanakan kewajiban sebagai penegak hukum, tetapi juga kasus tersebut dapat menjadi batu loncatan untuk mengembalikan kembali kepercayaan publik kepada kepolisian.
“Kalau sampai tiga bulan misalnya, kepolisian tidak jelas. KPK dapat mengambil alih, jangan pasif menunggu bareskrim melimpahkan,” tegas Julius. (Ayu-Abid)