Komisi Antikorupsi Teliti Pengakuan Agus Condro

Ada tujuh anggota Fraksi PDI Perjuangan saat uang diserahkan.

Komisi Pemberantasan Korupsi akan meneliti lebih jauh pernyataan anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004, Agus Condro Prayitno. Ia mengaku menerima dana Rp 500 juta saat proses pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia digelar pada Juni 2004.

"Ini baru informasi awal," kata Wakil Ketua Komisi Antikorupsi Bidang Pencegahan M. Jasin kepada Tempo kemarin. "Tapi bisa saja dikembangkan ke kasus lain."

Jasin masih enggan menjelaskan detail langkah-langkah yang akan ditempuh Komisi Antikorupsi terkait dengan pengakuan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu. Alasannya, lembaganya masih berkonsentrasi pada persidangan dua mantan anggota Komisi Keuangan DPR: Hamka Yandhu dan Antony Zeidra Abidin.

Hamka dan Antony telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap Bank Indonesia ke sejumlah anggota Komisi Keuangan DPR periode 1999-2004 sebesar Rp 31,5 miliar.

Ketika dihubungi kemarin, Agus Condro kembali mengakui soal dana yang diterimanya itu. Dana Rp 500 juta diterimanya dua pekan setelah Miranda Goeltom terpilih sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.

Agus menjelaskan, saat diperiksa penyidik Komisi Antikorupsi pada 4 Juli lalu, ia mengaku pernah menerima dana Rp 500 juta dari Dudhie Makmun Murod. "Uang itu diserahkan di ruang kerja Emir Moeis," katanya.

Emir, yang kini Ketua Komisi Keuangan DPR, dan Dudhie sama-sama berasal dari PDI Perjuangan. Selain keduanya, kata Agus, di ruangan tersebut hadir beberapa anggota Komisi Perbankan dari Fraksi PDI Perjuangan lainnya. "Saat itu ada sekitar tujuh orang," ujarnya.

Dia mengaku duit itu dibelikan dua mobil, yaitu Hyundai Trajet warna merah dan Mercy C 200 warna abu-abu. "Kedua mobil itu sudah saya serahkan ke KPK," katanya.

Pemilihan Deputi Gubernur Senior BI digelar pada 8 Juni 2004. Dari hasil pemungutan suara anggota Komisi Keuangan DPR, Miranda terpilih sebagai pejabat baru, menggantikan Anwar Nasution. Miranda, yang sebelumnya menjabat Deputi Gubernur BI, mengungguli dua kandidat lainnya, yaitu Budi S. Rochadi (Kepala Perwakilan BI di Tokyo) dan Hartadi A. Sarwono (Deputi Gubernur BI)

Hingga berita ini diturunkan, Miranda belum bisa dimintai komentar karena telepon selulernya tidak aktif. Tempo pun tak berhasil menemuinya di kediamannya, Jalan Jenggala, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. "Ibu sedang tidak ada di tempat," kata seorang petugas keamanan.

Emir Moeis dan Dudhie juga tidak bisa dimintai konfirmasi. Keduanya tidak menjawab saat dihubungi melalui telepon seluler mereka tadi malam. Namun, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Pramono Anung akan segera melakukan klarifikasi. "Dalam satu-dua hari ini akan kami panggil," katanya.SETRI YASRA | CHETA NILAWATY | SUTARTO | EKO NOPIANSYAH | PRAMONO

Geger Baru Bank Sentral

Agus Condro Prayitno membuka cerita baru. Saat membantah tudingan mencicipi aliran dana bank sentral senilai Rp 31,5 miliar, bekas anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat ini membuat pengakuan penting. Dia mengaku telah menerima dana Rp 500 juta terkait dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004.

Februari 2004

Pemerintah menyerahkan tiga nama calon Deputi Gubernur Senior BI ke DPR: Miranda S. Goeltom, Budi S. Rochadi, dan Hartadi A. Sarwono.

1 Juni 2004

Proses pemilihan ditunda karena, pada saat yang bersamaan, Komisi Keuangan DPR harus menggodok nama calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan.

8 Juni 2004

Melalui proses pemungutan suara, Miranda Goeltom terpilih sebagai Deputi Gubernur Senior BI, menggantikan Anwar Nasution.

"Fraksi PDI Perjuangan mendukung Miranda. Tapi bisa saja perintah pimpinan fraksi tidak diikuti oleh anggota fraksi."

(Emir Moeis, Ketua Komisi Keuangan DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Koran Tempo, 1 Juni 2004)

"Uang dalam amplop putih itu saya terima dari Dudhie Makmun Murod di ruangan Emir Moeis. Kemudian uang itu saya belikan mobil. Traveler's cheque juga mungkin ada." (Agus Condro Prayitno, bekas anggota Komisi Keuangan DPR)

"Ini baru informasi awal. Bisa saja dikembangkan ke kasus lain." (M. Jasin, Wakil Ketua KPK)

Naskah: Setri Yasra | Sutarto | Cheta Nilawaty

Sumber: Koran Tempo, 19 Agustus 2008 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan