Koalisi Sipil Tuding Ada Persekongkolan
Koalisi masyarakat sipil mempertanyakan kebijakan Dewan Perwakilan Rakyat yang bersikeras melanjutkan pembangunan gedung baru senilai Rp 1,168 triliun. Mereka menuding ada pihak yang bersekongkol dalam pengerjaan proyek pembangunan gedung baru.
”Yang membuat kami curiga adalah ada yang begitu ngotot untuk terus membangun gedung baru,” kata Sebastian Salang dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia saat bertemu pimpinan Fraksi Partai Amanat Nasional DPR, Rabu (30/3). Sebastian datang bersama sejumlah aktivis lembaga swadaya masyarakat lain.
Mereka curiga pengerjaan perencanaan desain gedung baru mengada-ada. Desain gedung berbentuk huruf U terbalik, menyerupai pintu gerbang, sama dengan desain gedung Kongres Cile. Perencanaan pembangunan gedung baru itu juga sudah dianggarkan sejak tahun 2008. ”Bahkan ada pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang. Setiap tahun ada anggarannya,” papar Roy Salam dari Indonesia Budget Centre.
Tahun 2008 DPR mengalokasikan anggaran untuk kegiatan, antara lain pengadaan konsultan rencana induk (master plan), analisis mengenai dampak lingkungan, dan audit struktur gedung Nusantara senilai Rp 4,1 miliar; perencanaan struktur fondasi Rp 4,4 miliar, dan manajemen konstruksi Rp 360 juta. Tahun 2009 ada alokasi anggaran untuk lanjutan konsultan perencana Rp 1,8 miliar dan manajemen konstruksi Rp 14,3 juta. Tahun 2010 DPR mengalokasikan Rp 3,46 miliar untuk pengkajian ulang perencanaan gedung dan Rp 504,1 juta untuk manajemen konstruksi.
Menurut Roy, pengkajian ulang dilakukan karena desain tinggi gedung berubah dari 27 lantai menjadi 36 lantai. Sampai kini DPR mengeluarkan biaya Rp 14,787 miliar. Namun, DPR tak dapat mempertanggungjawabkan anggaran itu. ”Anggaran Rp 14 miliar saja tak bisa dipertanggungjawabkan, apalagi Rp 1 triliun lebih,” katanya. DPR diminta menghentikan rencana pembangunan gedung baru. Apalagi, kata Ray Rangkuti dari Lingkar Madani untuk Indonesia, DPR belum menunjukkan kinerja yang baik.
Ketua DPR: Dapat dibatalkan
Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan, rencana pembangunan gedung baru DPR dapat dibatalkan jika dikehendaki Rapat Paripurna DPR. Sebab, rencana itu telah diputuskan dalam rapat pleno Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR yang anggotanya wakil dari semua fraksi. ”Saya akan melaksanakan keputusan kalau sesuai prosedur,” kata Marzuki.
Pembatalan rencana pembangunan gedung DPR harus dimulai dari pembicaraan di BURT, dibawa ke Badan Musyawarah (Bamus) DPR, lalu ke Rapat Paripurna DPR. ”Permintaan sejumlah pihak dan fraksi supaya Ketua DPR membatalkan pembangunan gedung baru adalah permainan politik. Ketua DPR tidak mungkin membatalkan rencana itu tanpa keputusan rapat DPR. Opini itu hanya untuk mencitrakan Ketua DPR yang kader Partai Demokrat tidak berpihak kepada rakyat,” ujar Marzuki.
Ia juga mempertanyakan Wakil Ketua BURT DPR dan Ketua Panitia Kerja Pembangunan Gedung DPR Pius Lustrilanang dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya karena selalu melarikan diri saat rapat membahas gedung DPR.
Menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon, Pius akan ditarik dari BURT DPR. Pius pernah menyatakan, pembangunan harus berjalan terus. Penolakan atas rencana itu sudah terlambat. Padahal, Gerindra menolak pembangunan gedung baru DPR itu. (NTA/NWO/EDN/BIL/RAY/ATO/IAM)
Sumber: Kompas, 31 Maret 2011