Ketua MA Anggap Putusan PK untuk Artalyta Suryani Keliru
Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin Andi Tumpa telah memeriksa majelis hakim yang mengadili peninjauan kembali (PK) kasus penyuapan oleh terpidana Artalyta Suryani alias Ayin. Hasilnya, setelah pemeriksaan tiga jam, Harifin mengisyaratkan putusan PK tersebut keliru. Karena itu, dia meminta agar preseden tersebut tidak terjadi lagi.
Meski demikian, Harifin menegaskan tidak bisa mengoreksi putusan karena asas independensi hakim serta tidak adanya upaya hukum yang lebih tinggi dari PK. ''Walaupun tidak bisa mengoreksi putusan itu, saya sampaikan agar persoalan ini tidak terjadi lagi,'' katanya dalam forum konsultasi dengan Komisi III DPR di gedung MA kemarin (15/4).
Pernyataan tersebut menanggapi pertanyaan anggota komisi III Susaningtyas apakah hakim tidak melihat ketidakadilan yang dirasakan masyarakat karena mengurangi vonis orang yang menyuap aparat hukum. ''Apa yang Ibu rasakan juga saya rasakan,'' ujarnya.
Dalam pemeriksaan, majelis hakim PK kasus Artalyta yang dipimpin Ketua Muda Pidana Khusus MA Djoko Sarwoko menjelaskan, pengurangan hukuman diberikan karena judex facti atau pengadilan tingkat pertama dan banding menjatuhkan vonis maksimal tanpa mempertimbangkan alasan-alasan yang meringankan terdakwa.
Karena itu, majelis hakim peninjauan kembali memutus mengurangi masa hukuman Artalyta dari lima tahun menjadi 4,5 tahun. Pertimbangan yang diambil adalah ada ribuan pekerja yang menggantungkan kehidupan pada kelangsungan perusahaan-perusahaan yang dipimpin Artalyta.
Pengurangan vonis bagi penyuap jaksa Urip Tri Gunawan tersebut dikecam masyarakat. Mereka menilai majelis hakim PK tidak berhak mengurangi masa hukuman. Putusan PK seharusnya hanya membatalkan putusan judex facti dan kasasi bila tidak sepakat dengan pertimbangan hukum.
Belakangan, kejanggalan vonis tersebut direspons Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dengan ancaman akan menyelidiki dugaan adanya praktik mafia peradilan di balik putusan itu. Satgas menyatakan telah berkoordinasi dengan Komisi Yudisial (KY) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (kuh/c5/iro)
Sumber: Jawa Pos, 16 April 2010