Kesempatan Reformasi Total Kepolisian
KISRUH KPK-POLRI
Seluruh elemen masyarakat sipil diminta segera memanfaatkan momentum kisruh antara Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Komisi Pemberantasan Korupsi terkait penahanan pimpinan (nonaktif) KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Kekisruhan itu menjadi kesempatan emas mendorong reformasi total di tubuh Polri.
”Penahanan Bibit dan Chandra hanya salah satu dari banyak kasus serupa, yang memang selama ini sering dialami masyarakat. Dengan mengatasnamakan kewenangan diskresinya, polisi bisa dengan sewenang-wenang menahan. Kami selama ini banyak mendapat pengaduan tentang itu dari banyak daerah,” ujar aktivis Indonesian Police Watch, Neta S Pane, kepada Kompas di Jakarta, Minggu (1/11).
Neta mengaku yakin di dalam tubuh internal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sendiri sekarang telah terjadi perpecahan pendapat menyikapi penahanan Bibit dan Chandra. Banyak dari kalangan perwira Polri, menurut dia, tidak setuju terhadap penahanan tersebut karena diyakini hanya akan merusak berbagai upaya positif yang selama ini telah dicapai.
Reposisi Polri
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Edy Prasetyono, menilai sudah saatnya kalangan sipil mendorong upaya reformasi total terhadap Polri seperti juga selama ini telah dijalankan dengan baik oleh internal Tentara Nasional Indonesia, yang berada di bawah koordinasi Departemen Pertahanan.
Setidaknya ada dua cara bisa dilakukan, merevisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri atau bisa juga dengan segera memajukan dan membahas Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional. Dari salah satu upaya tersebut, kemudian bisa dibuatkan aturan yang menempatkan Polri di bawah institusi atau departemen sipil.
”Kalau dibiarkan seperti sekarang, Polri memang menjadi semacam superbody (badan super) yang bisa sewenang-wenang,” katanya.
Menurut Edy, Polri bisa ditempatkan di bawah departemen tertentu, entah itu Departemen Hukum dan HAM, Depdagri, atau dibuatkan departemen tersendiri. (DWA)
Sumber: Kompas, 2 November 2009