Kena Pajak Penghasilan, Hakim "Ad Hoc" Protes
Sejumlah hakim ad hoc tindak pidana korupsi memprotes pemotongan penghasilan sebesar 15 persen yang dilakukan Kantor Perbendaharaan Pelayanan Nasional Surabaya dan Bandung. Pemotongan tersebut seharusnya tidak dilakukan.
Salah satu hakim ad hoc tindak pidana korupsi (tipikor) di Pengadilan Tipikor Surabaya, Gazalba Saleh, Selasa (12/4), mengungkapkan, pihaknya akan menemui Kantor Perbendaharaan Pelayanan Nasional (KPPN) Surabaya untuk membicarakan pemotongan uang kehormatan itu. Pemotongan itu tak sesuai dengan surat dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak bernomor F.295/PJ.03/2008 tertanggal 7 April 2008 yang ditandatangani Dirjen Pajak saat itu, Darmin Nasution. Dalam surat itu dinyatakan, pajak untuk uang kehormatan hakim ad hoc tipikor ditanggung pemerintah. ”Surat itu masih berlaku dan belum dicabut,” kata Gazalba.
Pihaknya sudah menjelaskan perihal keberadaan surat tersebut kepada Kepala KPPN Surabaya. Namun, Kepala KPPN Surabaya bersikukuh memotong uang kehormatan mereka selama empat bulan sebesar 15 persen.
Adapun nominal uang kehormatan untuk hakim ad hoc tipikor tingkat pertama Rp 13 juta, hakim ad hoc tipikor tingkat banding Rp 16 juta, dan tingkat kasasi Rp 22 juta.
Ketua Muda Pidana Khusus Mahkamah Agung (MA) Djoko Sarwoko mengungkapkan, MA akan turun tangan membantu mengatasi persoalan itu. Menurutnya, hakim ad hoc tipikor tidak perlu mogok sidang. ”Mungkin itu kesalahpahaman, tetapi bisa dibicarakan. Kalau sekarang biar dulu dipotong, nanti pasti akan dikembalikan,” kata Djoko.
Persoalan serupa, ujar Djoko, pernah dialami hakim ad hoc tipikor di Jakarta. Namun, persoalan itu bisa diatasi setelah MA membicarakan persoalan itu dengan Menteri Keuangan. (ANA)
Sumber: Kompas, 13 April 2011