Kembalikan Kewenangan Komisi Yudisial
Pemerintahan ke depan perlu mempertegas komitmennya untuk memberantas korupsi di masyarakat dan menumpas mafia peradilan, terutama di Mahkamah Agung. Salah satu langkahnya dengan mengembalikan lagi kewenangan Komisi Yudisial seperti pada saat ide awal pembentukannya.
Hal ini disampaikan pengamat hukum tata negara, Dr Irman Putra Sidin, dalam diskusi ”Mungkinkah Mahkamah Agung Bebas Mafia Peradilan?” di Jakarta, Rabu (22/7).
Diskusi yang diselenggarakan Ikatan Alumni Universitas Indonesia Jakarta ini juga menghadirkan anggota Komisi III DPR, Gayus Lumbuun, dan Direktur Eksekutif Legal Resourch Center Uli Parulian sebagai pembicara.
”Presiden dan partai politik harus merampungkan persoalan KY dan memberikan senjata ampuh untuk bekerja mengawasi hakim agung,” ujar Irman. Dia mengharapkan Komisi Yudisial (KY) ke depan fokus kerjanya pada hakim agung.
Jika fokusnya jelas dan hanya pada hakim agung, KY akan mempunyai prestise yang hasil kerjanya bisa punya pengaruh pada hakim-hakim yang tingkatannya di bawah hakim agung. ”KY memang perlu terus diadvokasi agar punya kewenangan yang lebih baik,” katanya.
Saat ini, Irman mengakui, banyak lembaga pengawasan lembaga peradilan, tetapi tidak banyak yang bekerja. Bahkan, lembaga pengawasan seperti lembaga kode etik internal terkesan sering menjadi lembaga proteksi pelaku internal dari desakan pihak luar.
Gayus menekankan, untuk menghasilkan hakim agung yang baik memang harus dimulai dari proses rekruitmennya. Proses hakim agung bukanlah proses seperti orang mencari kerja, tetapi harus melihat komitmennya terhadap rasa keadilan masyarakat dan jejak rekam perilakunya.
Uli mengatakan, masih kuatnya solidaritas korps hakim membuat pemberantasan mafia peradilan makin sulit. Pasalnya, solidaritas yang tidak pada tempatnya sering kali membuat mereka tutup mata dan mulut atas peristiwa yang diketahuinya.
”Kuatnya solidaritas korps, pengawasan yang tidak efektif dan tidak transparan, serta kesadaran masyarakat yang rendah membuat mafia peradilan di MA sulit diberantas,” paparnya.
Soekotjo dari KY yang hadir dalam diskusi ini mengakui, meskipun kewenangannya belum penuh, tetap berusaha melakukan perbaikan lembaga peradilan.
”Kami sudah menyelesaikan tugas sesuai kewenangan dan membuat 28 rekomendasi, yang semuanya tidak ditanggapi. Inilah yang terjadi,” ujarnya.
Juru bicara Komite Advokasi Suara Rakyat Adhie Massardi yang jadi peserta mengatakan, perjuangan membersihkan MA dari mafia peradilan hanya bisa dilakukan dari atas. (MAM)
Sumber: Kompas, 23 Juli 2009