Kasus Pungli Kedubes Malaysia; Hakim Vonis Dua Tahun, Rusdihardjo Menangis
Penyesalan memang selalu datang belakangan. Hal itu dirasakan mantan Dubes RI di Malaysia Rusdihardjo saat menanggapi putusan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang memvonisnya dua tahun penjara atas tindak pidana korupsi pengurusan dokumen keimigrasian. Tak kuasa menahan sedih, air mata pun bergulir dari kedua mata mantan orang nomor satu di Polri itu.
Penyesalan memang selalu datang belakangan. Hal itu dirasakan mantan Dubes RI di Malaysia Rusdihardjo saat menanggapi putusan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang memvonisnya dua tahun penjara atas tindak pidana korupsi pengurusan dokumen keimigrasian. Tak kuasa menahan sedih, air mata pun bergulir dari kedua mata mantan orang nomor satu di Polri itu.
Selain hukuman bui, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman denda Rp 100 juta subsider dua bulan kurungan. Bahkan, jenderal yang memelihara kumis itu juga harus membayar uang pengganti 313.700 ringgit Malaysia atau setara dengan Rp 815,62 juta.
Tetapi, Rusdihardjo tidak sendirian. Mantan anak buahnya, mantan Kepala Bidang Imigrasi KBRI untuk Malaysia Arihken Tarigan, malah mendapat hukuman dua kali lipat lebih berat, yakni empat tahun penjara. Denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan juga dikenakan kepadanya. Selain itu, pria berambut putih tersebut juga harus membayar uang pengganti yang lebih besar daripada bosnya, yakni RM 2,675 juta atau setara dengan Rp 6,95 miliar.
Dalam sidang di lantai III gedung Pengadilan Tipikor kemarin (11/6), Ketua Majelis Hakim Moerdiono menyatakan, Rusdi dan Arihken didakwa melakukan dugaan korupsi biaya pengurusan dokumen keimigrasian. ''Menyatakan terdakwa 1 (Rusdihardjo) dan terdakwa 2 (Arihken) terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, tegas Moerdiono.
Untuk dakwaan yang sama, mengapa Arihken divonis lebih berat? Dalam pertimbangannya, majelis hakim berpendapat, unsur kesalahan Arihken lebih berat. Dia dianggap tahu keberadaan SK No 021/SK-DB/0799 yang memuat tarif ganda pengurusan dokumen keimigrasian dari pendahulunya, Suparba W. Amiarsa.
Keberadaan SK tersebut lantas dilaporkan ke Rusdihardjo. Bukannya menghentikan praktik tarif ganda itu, Rusdihardjo selaku Dubes justru memerintahkan untuk melanjutkan kebijakan yang lama. ''Terdakwa I bahkan menerima uang RM 20 ribu sampai RM 30 ribu per bulan dari Februari 2004 sampai Mei 2005, ujar Gusrizal, anggota majelis hakim.
Arihken malah menerima ceperan dalam waktu yang lebih lama, yakni sampai Oktober 2005. Uang tersebut langsung masuk ke rekeningnya. Dari uang haram itu, Arihken membeli sebuah mobil Mercedez dan Toyota Alphard.
Kalau Rusdihardjo berhenti setelah ditegur Irjen Deplu saat pertemuan Dubes sedunia di Jakarta, Desember 2004, Arihken tetap bandel dengan melanjutkan praktik pungli itu. Arihken baru benar-benar berhenti saat ada pemeriksaan Irjen Deplu pada 26 sampai 29 Oktober 2005 di Kuala Lumpur.
Usai sidang, purnawirawan Jenderal (pol) Rusdihardjo mengungkapkan kekecewaannya. ''Fakta-fakta yang menguntungkan saya tidak dipertimbangkan, ujarnya dengan mata berkaca-kaca. Pria paro baya itu mengaku kecewa dibui pada usia pensiunnya. ''Saya menjadi Dubes atas permintaan presiden, sudah tenang enak-enak duduk di teras. Diminta pergi ke sana (Malaysia, Red) menolong rakyat, katanya.
Rusdihardjo memilih pikir-pikir atas putusannya. Sedangkan Arihken langsung mengajukan banding. ''Tanpa bermaksud mengurangi rasa hormat pada putusan majelis, saya banding, tegas Arihken. (ein/kim)
Sumber: Jawa Pos, 12 juni 2008