Kasus Pajak Bos Ramayana; Mantan Dirjen Pajak Beri Pengakuan
Penyidikan berkaitan dengan kewajiban pajak pribadi.
Bekas Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo mengakui, kasus pajak bos PT Ramayana Lestari Sentosa, Paulus Tumewu, terjadi saat dia menjabat pada 12 Februari 2001-27 April 2006. Namun dia tidak mengetahui berapa nilai pajak yang harus dibayarkan Paulus kepada negara.
"Kalau ingin tahu berapa jumlah yang benar, lihat di berkas P-21. Berkas P-21 memang keluar di masa saya," katanya saat menjawab pertanyaan Panitia Kerja Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Dewan Perwakilan Rakyat kemarin. .
Ketika ditanya oleh anggota Panitia Kerja apakah ada perubahan nilai kewajiban pajak Paulus, Hadi mengaku tidak ingat. "Mungkin saya dilaporkan, tapi saya tak ingat," ujarnya. Dia menyarankan Panitia Kerja bertanya kepada penyidik.
Bahkan dia tidak mengetahui alasan dihentikannya kasus pajak bos PT Ramayana Lestari Sentosa itu. Alasannya, ketika kasus dihentikan, dia sudah tak lagi menjadi direktur jenderal. "Aku sudah tak di sana, bagaimana aku tahu? April (2006) aku sudah lengser," katanya.
Hadi menjelaskan, sewaktu masih menjabat direktur jenderal, pada 23 November 2005 Paulus mengirim surat kepada Menteri Keuangan soal permintaan penghentian penyidikan dan penuntutan. Surat ini ditembuskan kepada dirinya.
Pada 5 Desember, kata Hadi, dia mendapat disposisi dari Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Pada 13 Desember, Hadi menjawab disposisi yang terdiri atas dua poin. "Poin pertama, (kami) mengingatkan PPNS telah menyerahkan tersangka dan barang bukti ke penuntut, maka kewenangan berada di penuntut umum," katanya. Sedangkan poin kedua, kata dia, "Adalah untuk menjawab keinginan wajib pajak (Paulus) diperlukan pertimbangan hukum dari Biro Hukum Kementerian Keuangan."
Sebelumnya, Pejabat Kepala Biro Hukum Kementerian Keuangan Indra Surya menjelaskan, adanya surat permohonan agar kasus Paulus dihentikan itu karena tersangka bersedia memenuhi ketentuan Pasal 44 huruf b Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan. Isinya, Paulus mengaku bersalah dan bersedia membayar pokok pajak berikut sanksi dendanya. "Yang dilakukan itu bukan intervensi, tapi sudah sesuai dengan kewenangan Menteri Keuangan untuk kepentingan penerimaan negara," katanya, pekan lalu.
Dia mengatakan, sesuai dengan Pasal 44 huruf b, untuk kepentingan penerimaan negara, Menteri Keuangan berwenang meminta penghentian penyidikan setelah wajib pajak melunasi pajak dan denda empat kali nilai pajak tersebut. Penyidikan Paulus, kata Indra, bukan berkaitan dengan jabatannya sebagai Komisaris PT Ramayana, melainkan sebagai wajib pajak pribadi. Paulus diduga tak melaporkan sebagian penghasilan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) 2004 sebesar Rp 7,9 miliar.
Direktur Penyuluhan Pajak Iqbal Alamsyah mengatakan, pada 28 November 2005, yang bersangkutan membayar pokok pajak Rp 7,9 miliar. Pada 11 Mei 2006, Paulus mengirim surat kepada Menteri Keuangan yang menyanggupi pembayaran sanksi berupa denda empat kali nilai pokok atau sebesar Rp 31,9 miliar dan direalisasikan pada 31 Oktober 2006.
Atas pelunasan tersebut, Menteri Keuangan mengirim surat kepada Jaksa Agung pada 16 Oktober 2006. Jaksa Agung menindaklanjutinya dengan menghentikan penyidikan kasus tersebut.
Panitia Kerja menjadwalkan memanggil Menteri Keuangan, mantan Dirjen Pajak Darmin Nasution, dan Marsillam Simanjuntak. ALI NY | AMIRULLAH | KARTIKA CHANDRA
Sumber: Koran Tempo, 30 April 2010