Kasus Bukit Asam; Unsur Kerugian Negara Masih Dipertanyakan
Unsur ”merugikan keuangan negara” dalam perkara dugaan korupsi pengadaan floating crane PT Bukit Asam dipertanyakan. Menurut direksi PT Bukit Asam, pengadaan jasa bongkar muat batu bara dengan floating crane tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Direktur Utama PT Bukit Asam (PT BA) Sukrisno, dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu (28/4), mengemukakan, dirinya tidak tahu dari mana jaksa bisa mengatakan ada unsur merugikan keuangan negara. Sebagai badan usaha milik negara, PT BA tidak menggunakan dana APBN. Pengadaan jasa bongkar muat floating crane di Pelabuhan Tarahan, Bandar Lampung, menggunakan sub-biaya angkutan laut pada mata anggaran biaya penjualan. ”Kami gunakan dana korporasi yang sudah disetujui oleh rapat umum pemegang saham,” ujar Sukrisno.
Dalam kasus tersebut, Kejaksaan Agung menetapkan dua tersangka, yakni Direktur Niaga PT BA Tiendas Mangeka dan Direktur Operasi/Produksi PT BA Milawarma. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy, Selasa, menyatakan, sudah memerintahkan direktur penyidikan untuk memeriksa kedua tersangka tersebut.
Akan tetapi, dalam keterangan pers di Kantor PT BA, kemarin, baik Milawarma maupun Tiendas menyatakan belum memperoleh pemberitahuan apa pun dari Kejagung mengenai penetapan tersangka itu. Bahkan, Sukrisno menyatakan, belum ada surat yang disampaikan kepada PT BA mengenai kasus tersebut.
Diungkapkan, PT BA memang tidak pernah membeli floating crane tersebut. Biaya sebesar Rp 362 miliar dikeluarkan untuk pengadaan jasa bongkar muat batu bara menggunakan floating crane selama 36 bulan dengan total jumlah batu bara 10,8 juta ton. Pembayaran dilakukan per bulan sesuai jumlah batu bara yang dibongkar muat. Pada 2009, jumlah biaya yang dikeluarkan untuk jasa menggunakan floating crane sebesar Rp 35 miliar untuk 1,056 juta ton batu bara.
Mengenai proses pengadaan jasa bongkar muat batu bara menggunakan floating crane, kata Sukrisno, sudah lewat tender. Dari tujuh perusahaan peserta tender, PT Arpeni Pratama Ocean Lines menjadi penawar dengan harga terendah. (IDR)
Sumber: Kompas, 29 April 2010