Kasus Bibit-Chandra; Jaksa Berpeluang Menangi Banding
Deponering sama dengan menyatakan Bibit-Chandra bersalah.
Kalangan ahli hukum meminta Kejaksaan Agung menyisihkan pilihan mengesampingkan perkara demi kepentingan umum (deponering) dalam menyelesaikan kasus Bibit S. Rianto dan Chandra M. Hamzah. Mereka menyarankan Kejaksaan mengajukan permohonan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang membatalkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) perkara Bibit-Chandra.
Ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Rudi Satrio, misalnya, memperkirakan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta bakal memenangkan upaya banding Kejaksaan Agung. "Kemungkinan (Kejaksaan) kuat untuk menang," kata Rudi saat dihubungi kemarin.
Menurut Rudi, putusan Pengadilan Negeri membatalkan SKP2 mengandung sejumlah kelemahan. Kelemahan itu antara lain Anggodo Widjojo tidak memenuhi unsur pihak ketiga yang bisa mengajukan gugatan praperadilan dalam kasus korupsi yang menyeret kakaknya, Anggoro Widjojo. "Dia bukan korban," ujar Rudi.
Bibit dan Chandra menjadi tersangka dugaan kasus pemerasan terhadap Anggoro Widjojo, tersangka kasus korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Departemen Kehutanan. Kalangan pegiat antikorupsi menilai penetapan Bibit-Chandra sebagai tersangka merupakan upaya kriminalisasi untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kejaksaan menghentikan penuntutan atas kedua Wakil KPK itu pada 1 Desember 2009 setelah mendapat tekanan luas dari publik dan mendengar arahan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Senin pekan lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan gugatan praperadilan oleh Anggodo, yang kini mendekam di penjara. Hakim tunggal Nugroho Setiadji memerintahkan Kejaksaan Agung kembali membuka kasus Bibit-Chandra dan melimpahkannya ke pengadilan.
Selain meminta banding, Jaksa Agung bisa memakai asas oportunitas, dengan mengesampingkan perkara Bibit-Chandra. Namun Direktur Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin mengatakan deponering sama dengan menyatakan Bibit-Chandra bersalah.
Pemilihan opsi deponering, menurut Zainal, bisa mengguncang keyakinan masyarakat, yang selama ini mendukung Bibit dan Chandra. "Mereka akan berpikir selama ini membela orang yang salah," ujar Zainal.
Deponering, menurut Zainal, juga bakal menjadi dasar bagi Anggodo untuk mengklaim bahwa dirinya tidak bersalah. "Dia bisa bilang, 'Benar, kan, saya diperas dan tidak bersalah'," kata Zainal.
Karena itu, Zainal meminta Kejaksaan Agung berfokus dalam menyusun memori banding atas putusan hakim tunggal Nugroho Setiadji itu. Kejaksaan harus bisa meyakinkan hakim bahwa kasus Bibit-Chandra memang wajib dihentikan," kata Zainal.
Jumat lalu, Kejaksaan Agung menyatakan akan mengajukan banding begitu menerima salinan putusan dari Pengadilan Negeri. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy mengatakan pihaknya menargetkan memori banding selesai disusun pekan ini. "Ini bukan soal kalah-menang. Ini untuk kepentingan negara," kata Marwan saat itu. l BUNGA MANGGIASIH | APRIARTO MUKTIADI
Tiga Opsi Kasus Bibit-Chandra
Putusan hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Nugroho Setiaji, yang membatalkan surat ketetapan penghentian penuntutan kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah, membuka perdebatan baru di kalangan ahli dan praktisi hukum. Kini Kejaksaan Agung menghadapi tiga pilihan dengan peluang dan risiko berbeda-beda.
1. Kejaksaan Agung meneruskan proses kasus Bibit-Chandra ke pengadilan.
# Dasar Hukum: Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
# Peluang: Hakim bisa memutuskan Bibit-Chandra tidak bersalah atau sebaliknya. Proses hukum bisa berlanjut melalui mekanisme banding, kasasi, hingga peninjauan kembali.
2. Kejaksaan Agung mengajukan permohonan banding atas ke pengadilan tinggi.
# Dasar Hukum: Pasal 83 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
# Peluang: Putusan pengadilan tinggi bersifat final. Kasus Bibit-Chandra bisa dihentikan untuk selamanya atau dibuka lagi dan dilimpahkan ke pengadilan. Jika masuk pengadilan, upaya banding, kasasi, sampai peninjauan kembali bisa terjadi.
3. Jaksa Agung mengesampingkan perkara (deponering/seponering) dengan memakai asas oportunitas, demi kepentingan umum.
# Dasar Hukum: Pasal 35 huruf c Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung RI.
# Peluang: Mungkin tak akan ada pihak yang menggugat lagi, misalnya melalui jalur praperadilan. Masalahnya, akan ada diskusi panjang soal apakah kasus Bibit-Chandra merupakan kepentingan umum. Jaksa Agung harus mendengarkan saran atau pendapat badan-badan kekuasaan negara, seperti Dewan Perwakilan Rakyat.
Jajang
Sumber: Koran Tempo, 26 April 2010