Kapolri Tantang Pihak yang Keberatan Proses Hukum Bibit dan Chandra
Bibit-Chandra Dipindah ke Rutan Brimob
Diserang kanan-kiri, polisi tetap kukuh. Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri (BHD) bahkan menegaskan bahwa korps baju cokelat itu tak akan mundur sedikit pun dalam proses hukum Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah.
''Kami sama sekali tidak takut, tidak panik,'' ujar Bambang saat konferensi pers di ruang Rupatama Mabes Polri kemarin sore (31/10).
Jumpa pers itu dihelat selang sejam setelah Presiden SBY memanggil Kapolri dan jaksa agung ke Kantor Presiden. SBY memerintah Bambang untuk berbicara kepada media soal penahanan Bibit dan Chandra.
Pulang dari istana, Bambang langsung meminta agar wartawan yang menunggu sejak pagi berkumpul. ''Tolong, dalam berita sekarang, ada kesan polisi disudutkan. Tolong jangan buat bingung masyarakat. Jangan tahu tapi tidak mau tahu, peduli tapi tidak mau peduli,'' ujarnya.
Orang nomor satu di kepolisian tersebut didampingi Ketua Tim Penyidikan Irjen Dikdik Mulyana Arief, Kadivhumas Irjen Nanan Soekarna, dan beberapa pejabat Mabes Polri.
Secara umum, Bambang hanya mengulang penjelasan Kadivhumas dan Wakabareskrim pada Kamis lalu. Yakni, soal alasan penahanan dan alur proses kasus sejak laporan Antasari Azhar sampai akhirnya dua pimpinan KPK nonaktif itu ditahan.
''Alasan subjektif ditahan, antara lain, melakukan diskusi publik melalui media dengan pembentukan opini agar publik menilai ada kriminalisasi pada KPK. Itu sama sekali tidak ada. Kami tak pernah merekayasa,'' tegasnya.
Polisi juga menduga Bibit dan Chandra menyebarluaskan sesuatu yang disebut sebagai transkrip seolah-olah penanganan oleh Polri adalah rekayasa. Para penasihat hukum Bibit dan Chandra juga dinilai menyudutkan Polri sebagai institusi yang tidak profesional. ''Semua alasan penyidik sesuai pasal 21 KUHAP,'' ungkap Bambang.
Yang baru, dia menegaskan segera mengusut rekaman atau transkrip yang beredar di media. ''Ini bukan delik aduan. Jadi, kami bisa langsung bertindak. Akan kami usut tuntas siapa yang menyadap, untuk kepentingan apa,'' katanya.
Jika ternyata rekaman tersebut ada, polisi mengancam dengan UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta UU No 36/1999 tentang Telekomunikasi. ''Akan kami sita rekaman dengan izin pengadilan,'' ujarnya.
Bukan hanya soal proses merekam, isi rekaman juga akan diusut. Termasuk, pihak-pihak yang ikut menyebarkan. ''Pokoknya sesuai undang-undang,'' tegas Bambang.
Dia menantang semua pihak yang berkeberatan atas proses hukum Bibit dan Chandra menggunakan mekanisme hukum. ''Ada praperadilan, silakan ajukan saja,'' kata mantan Kabareskrim tersebut.
Saat ditanya alasan Kabareskrim Komjen Susno Duadji tidak ikut jumpa pers, Bambang tampak masam. ''Jangan dikaitkan-kaitkan. Jangan ada praduga negatif. Ketua tim penyidikannya Wakabareskrim ini saya hadirkan,'' ujarnya.
Dia juga berjanji melakukan penyelidikan internal terhadap penyidik yang menangani kasus tersebut. ''Tidak ada rekayasa. Penyidik saya dipimpin brigadir jenderal. Kalau macam-macam, siapa pun akan saya proses,'' ungkap Bambang sambil menunjuk Direktur III/Pidana Korupsi Brigjen Jovianus Mahar. Jovianus hanya tersenyum dituding Kapolri.
Tadi malam, Bibit dan Chandra dipindah ke Rutan Brimob Kepala Dua, Depok. Menurut Wakabareskrim Irjen Dikdik Mulyana, Rutan Brimob lebih representatif. ''Di sana lebih nyaman dan luas,'' jelas mantan Kapolda Kepri tersebut.
Chandra dan Bibit meninggalkan Bareskrim melalui pintu belakang. Mobil KIA Travello yang membawa mereka melaju dari samping Gedung Pusat Laboratorium Forensik pukul 19.50. Tidak ada kata-kata dari keduanya. Hanya lambaian tangan.
Juru Bicara KPK Johan Budi di Mabes Polri meminta agar polisi menggunakan prosedur dalam meminta rekaman. ''Jangan seperti minta kacang,'' tuturnya.
Anggodo Muncul
Siang sebelum Kapolri menggelar jumpa pers, Anggodo Wijoyo, adik Anggoro Wijoyo, muncul di Mabes Polri. Dia adalah tokoh penting di balik beredarnya transkrip rekaman itu. Dia juga disebut-sebut berusaha memengaruhi kasus. Anggodo datang ke polisi didampingi pengacaranya, Bonaran Situmeang.
Sekitar dua jam melapor, pria sepuh berbaju kotak-kotak merah tersebut keluar dengan wajah masam. ''Saya ini dizalimi. Saya disebut-sebut merekayasa. Tidak ada, saya ini korban, kakak saya korban,'' ujarnya.
Dia terus mengulangi kata-kata dizalimi dan korban itu saat ditanya wartawan. Anggodo mengaku kenal Ritonga (Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga, Red). ''Kenal ae Rek. Telpon yo sering. Tapi, gak ngomong kasus, 1.000 persen gak ngomong kasus,'' katanya berlogat Surabaya kental. Dia mengaku selama empat bulan tinggal di luar Jakarta.
Anggodo meminta agar polisi mengusut tuntas rekaman yang beredar dan menyebut namanya tersebut. ''Tolong itu sumbernya dari mana,'' ujarnya.
Menurut Bonaran, pengacaranya, Anggodo melaporkan KPK dan pihak terkait asal tudingan penyalahgunaan wewenang dan pencemaran nama baik. ''Sebelum Bibit dan Chandra ditahan, kami memang sudah niat melapor,'' jelasnya.
Pengacara bertubuh besar itu mengakui kliennya sudah memberi uang kepada Ari Muladi. ''Tanyakan kepada Ari untuk apa uang itu,'' katanya.
Di bagian lain, Kejaksaan Agung menyatakan telah menerima pelimpahan berkas perkara atas nama Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Riyanto dari penyidik Polri. Pelimpahan tersebut merupakan yang kedua setelah berkas dikembalikan jaksa karena dinyatakan belum lengkap.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Marwan Effendy mengungkapkan, berkas tersebut diterima jaksa pada Rabu (28/10). ''Isinya ada berita acara keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan tersangka, dilampiri barang bukti,'' ucapnya di Kejagung kemarin (30/10).
Namun, dia belum bisa memberikan hasil penelitian oleh jaksa. ''Masih dipelajari Dirtut (direktur penuntutan),'' ujarnya. Termasuk saat ditanya tentang pasal 12 huruf (e) UU Pemberantasan Tipikor yang diminta diperdalam oleh penyidik. ''Kami punya waktu 14 hari (untuk meneliti),'' sambung dia.
Sebagaimana diketahui, Chandra dan Bibit dijerat dua pasal. Yakni, pasal 12 huruf (e) jo pasal 15 UU Pemberantasan Tipikor serta pasal 23 UU Pemberantasan Tipikor jo pasal 421 KUHP. Saat menyatakan berkas belum lengkap, jaksa meminta penyidik mempertajam pasal 12 huruf (e). ''Biar tepat antara fakta hukum dengan unsur pasal itu. Biar klop,'' tegas Marwan.
Mantan Kajati Jatim tersebut meminta agar jaksa bekerja secara profesional dan proporsional. ''Artinya, kalau terbukti, maju (ke pengadilan). Nanti kami uji di sidang, benar atau tidak, salah atau tidak,'' urai Marwan. Dia juga menegaskan, penahanan Chandra dan Bibit tidak terkait dengan pelimpahan berkas perkara.
Sementara itu, terkait dengan adanya rekaman pembicaraan yang diduga berisi rekayasa kasus Chandra dan Bibit, jajaran pengawasan Kejagung akan mengklarifikasi kepada Wisnu Subroto, mantan jaksa agung muda intelijen (JAM Intel). ''Kami tetap klarifikasi,'' kata Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM Was) Hazah Tadja.
Dia menuturkan, dirinya mendapat tugas baru dari Jaksa Agung Hendarman Supandji untuk mengklarifikasi hal itu. Sebelumnya, jaksa agung mengklarifikasi langsung kepada Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga yang juga ikut disebut-sebut dalam rekaman.
Terkait dengan rekaman di KPK, Hamzah menegaskan, keputusan untuk meminta rekaman atau tidak berada di tangan jaksa agung. ''Beliau yang punya kewenangan,'' katanya. Namun, mantan Kajati Sulsel itu menyatakan, idealnya jajaran pengawasan juga mendapat rekaman tersebut untuk penilaian.
Bagaimana dengan pemeriksaan terhadap Anggodo terkait pertemuan dengan jaksa Irwan Nasution? Hamzah menerangkan, pihaknya tidak memaksa untuk memeriksa orang di luar kejaksaan. ''Kalau dia tidak mau datang, tidak ada upaya untuk memaksa,'' ujarnya. (rdl/fal/aga/iro)
Sumber: Jawa Pos, 31 Oktober 2009