Kapolri Bantah Isu Adanya Kesepakatan antara Penyidik dan Gayus
Polemik kasus mafia pajak Gayus Tambunan meruncing. Kali ini Kapolri Bambang Hendarso Danuri (BHD) membantah anggapan tentang adanya kesepakatan antara penyidik dan Gayus. Orang nomor satu di korps Bhayangkara itu menegaskan bahwa penyidikan tim independen yang dipimpin Irjen Mathius Salempang terhadap kasus tersebut berjalan profesional.
"Tidak benar (pengakuan Gayus, Red). Lihat fakta hukum saja. Tidak ada kesepakatan-kesepakatan. Proses itu harus bisa kami pertanggungjawabkan. Tidak ada rekayasa. Kan semua dibuat dalam sidang," kata BHD di sela rapat kerja di Istana Bogor, Jawa Barat, kemarin.
Dalam sidang, Gayus mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) yang terkait dengan konfirmasi kepada Kompol M. Arafat Enanie dan AKP Sri Sumartini soal pemberian uang USD 45 ribu yang dititipkan kepada Haposan Hutagalung. Saat diperiksa, Gayus menyatakan hanya membantu penyidik tim independen karena penyidikan buntu setelah Haposan bungkam soal aliran dana itu.
BHD meminta semua pihak mengikuti saja proses di pengadilan. "Silakan didengarkan di sidang. Kalau hakim meminta ada tindak lanjut, apa tentu dipenuhi penyidik?" kata dia.
Meski begitu, BHD membuka kemungkinan soal pendalaman materi dari pemeriksaan skandal mafia pajak itu. "Kalau hakim meminta didalami apa yang dimaksud dalam keterangan yang bersangkutan, tentu didalami," tambahnya.
Di Mabes Polri, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang menambahkan, dugaan rekayasa oleh penyidik tim independen hanya berdasar pengakuan sepihak Gayus. "Tidak ada kasus markus dimarkusi. Saya tegaskan itu," katanya.
Mantan tenaga ahli Lemhanas tersebut menjelaskan, setiap pengakuan Gayus dalam pemeriksaan pasti diselidiki penyidik. Namun, tidak semua pengakuan tersebut benar. "Penyidik tidak bingung. Justru Gayus yang bingung. Besok mengatakan perusahaan ini, besok mengatakan itu," tutur dia.
Penyidik juga bekerja berdasar fakta dan bukti yang diperoleh dari pemeriksaan. Mantan Kadispen Polda Metro Jaya (1998) tersebut menjelaskan, dari setiap perkembangan sidang, Polri terus memantau temuan-temuan baru. Soal kebenaran temuan itu, Polri menyerahkannya kepada majelis hakim.
Edward juga membantah beberapa pengakuan Gayus dalam sidang. Misalnya, rencana pembagian uang korupsi Gayus di ruang kerja mantan Direktur II Bareskrim Polri Brigjen Pol Radja Erizman. "Saya sudah konfirmasi Pak Sjahril Djohan lewat SMS. Itu tidak benar," ungkap dia.
Dalam sidang perdana kasus mafia hukum dengan terdakwa Sjahril Djohan pada 2 Agustus lalu, terungkap sejumlah fakta. Salah satunya adalah pembagian uang Gayus Rp 25 miliar. Jaksa penuntut umum yakin bahwa uang hasil korupsi di Ditjen Pajak itu dibagi di ruang kerja Radja antara September-Oktober 2009.
Dalam pertemuan itu, menurut jaksa, hadir pula pengacara Gayus, yakni Haposan. Dari Rp 25 miliar, Bareskrim, kejaksaan, hakim, Gayus, serta Haposan dan tim pengacara, masing-masing mendapatkan Rp 5 miliar.
Edward juga mengklarifikasi status Roberto Santonius, konsultan pajak yang sekarang dinyatakan sebagai buron (masuk DPO). "Itu juga pernah ada dengan tim. Saya sampai saat ini belum bisa menelusuri seberapa jauh penanganannya," ulas dia.
Yang janggal, sampai sidang kasus Gayus dihelat, tim independen menyatakan Robertus sebagai buron. "Saya katakan pernah ketemu. Bisa saja dia pergi lagi," ujarnya.
Keberadaan Robertus sampai kini memang masih misterius. Mabes Polri pernah menyatakan dengan tegas bahwa Robertus berstatus buron. Namun, tersangka kasus mafia hukum, yakni Arafat, mengaku pernah dipertemukan dengan Robertus. Dalam pertemuan itu, Robertus mengaku telah memberikan uang Rp 100 juta kepada Kombes Pambudi Pamungkas dan Radja.
Di bagian lain, Kejaksaan Agung enggan berspekulasi untuk menanggapi disebutnya jaksa Cirus Sinaga dan Fadil Regan oleh Arafat dalam sidang kasus mafia pajak dengan terdakwa Sri Sumartini (3/8). "Itu baru keterangan dari satu pihak," ucap Kapuspenkum Kejagung Babul Khoir Harahap di kantornya kemarin.
Arafat mengaku, Cirus dan Fadil terlibat dalam pertemuan dengan Arafat dan Sri Sumartini di Hotel Kristal, Jakarta. Berdasar hasil pertemuan tersebut, muncul penggunaan pasal 372 KUHP tentang penggelapan. Karena itu, perkara Gayus bisa ditangani bidang pidana umum Kejagung, tempat Cirus dan Fadil menjadi jaksa.
Babul mengatakan, keterangan yang muncul tersebut belum tentu benar. Selain itu, dia menyerahkan pengakuan tersebut kepada penyidik. "Itu ranah kepolisian, tidak perlu dikomentari," elak mantan wakil kepala Kejati Sumatera Utara tersebut.
Berkaitan dengan perkembangan kasus Gayus, lanjut dia, hingga saat ini belum ada panggilan lagi dari penyidik untuk Cirus dan Fadil.
KPC Bantah Terlibat
Selain Kapolri, manajemen PT Kaltim Prima Coal (KPC) membantah kesaksian tersangka kasus mafia pajak, Gayus Tambunan, dalam sidang soal penerimaan USD 500 ribu dari perusahaan itu. "Nyanyian" Gayus tentang uang pengurusan surat ketetapan pajak (SKP) perusahaan milik keluarga Bakrie yang ditahan di Ditjen Pajak tersebut dianggap bukan fakta baru.
" Sesuatu dianggap fakta sidang apabila keterangan saksi atau tersangka didukung bukti-bukti memadai atau keterangan beberapa saksi yang saling mendukung satu dengan lainnya," ujar pengacara PT KPC Aji Wijaya kepada Jawa Pos di Jakarta kemarin (5/8).
Menurut Aji, yang disampaikan oleh Gayus itu tidak memiliki keterangan penguat dan bukti. Jadi, pernyataan tersebut merupakan keterangan semata, bukan fakta sidang. "Itu dahulu yang harus dipahami agar kita berangkat dengan pemahaman yang sama."
Menurut Aji, yang disampaikan oleh Gayus itu tidak memiliki keterangan penguat dan bukti. Jadi, pernyataan tersebut merupakan keterangan semata, bukan fakta sidang. "Itu yang harus dipahami agar kita berangkat dengan pemahaman yang sama."
Secara terpisah, Aburizal Bakrie mempersilakan para penegak hukum memeriksa PT KPC soal dugaan suap terhadap petugas pajak Gayus. "Periksa dulu! Benar tidak? Saya kan tidak pernah ada di situ. Silakan diperiksa benar tidaknya," kata Ical, panggilan akrab Aburizal Bakrie.
Menurut dia, tidak benar PT KPC menyuap Gayus untuk mengurangi beban pajak. Ical yakin akan hal itu. Sebab, menurut dia, pekerja PT KPC profesional. Ical menambahkan, PT KPC merupakan anak usaha dari perusahaan yang profesional.
"Menurut saya, tidak benar. Tapi, kalau itu salah, diperiksa, dong. Orang bisa ngomong, lidah tidak bertulang." (sof/rdl/fal/zul/c11/iro)
Sumber: Jawa Pos, 6 Agustus 2010