Kado Uang Hidayat Rp 191 Juta; KPK Teliti Apakah Ada Gratifikasi

Tim KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) kemarin menghitung jumlah sumbangan dari para undangan yang hadir pada pernikahan Hidayat Nurwahid dan Diana Abbas Tahlib. Langkah itu sebagai bagian dari asas transparansi karena Hidayat yang menjabat ketua MPR adalah pejabat publik.

Tim KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) kemarin menghitung jumlah sumbangan dari para undangan yang hadir pada pernikahan Hidayat Nurwahid dan Diana Abbas Tahlib. Langkah itu sebagai bagian dari asas transparansi karena Hidayat yang menjabat ketua MPR adalah pejabat publik.

Dari perhitungan KPK yang berakhir pukul 16.45 itu, jumlah sumbangan yang diterima pasangan itu sekitar Rp 191 juta. Sumbangan tersebut terdiri atas uang tunai Rp 130 juta dan cek senilai Rp 12 juta. Selain itu, ada sumbangan dalam bentuk mata uang asing, yakni USD 5.000 (sekitar Rp 46 juta) dan 500 dolar Singapura (Rp 3, 25 juta).

Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi S.P., sumbangan tersebut dihitung oleh empat petugas KPK di kediaman Hidayat Nurwahid, Jalan Widya Chandra IV No 16 Jakarta Selatan. Hidayat sendiri menyaksikan langsung penghitungan tersebut.

Keterlibatan KPK untuk mengawal sumbangan itu dimulai sejak pesta perkawinan dihelat di Sasono Utomo, TMII, Minggu (11/5) lalu. Saat itu petugas KPK sudah terlibat melakukan pengawasan. Usai resepsi, kotak sumbangan langsung disegel dan baru dibuka kemarin. Perkawinan Hidayat itu dihadiri hampir semua petinggi negara, termasuk Presiden SBY dan Wapres Jusuf Kalla yang menjadi saksi pernikahan.

Sumbangan yang diterima kedua mempelai baru kemarin dihitung. KPK akan menyelidiki apakah sumbangan tersebut mengandung unsur gratifikasi (hadiah terkait jabatan Hidayat). Bila berpegang pada ucapan Ketua KPK Antasari Azhar saat berceramah di Pusdiklat Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu, amplop seorang penyumbang untuk acara pejabat publik maksimal Rp 1 juta. Lebih dari itu harus diserahkan ke negara karena dianggap gratifikasi (hadiah terkait wewenang si pejabat).

Uang sumbangan tersebut kemarin hanya dicatat KPK. Dalam 30 hari, ujar Johan Budi, KPK akan mengungkapkan ke Hidayat berapa yang menjadi hak pria kelahiran Klaten itu dan berapa yang diserahkan ke negara. Kita analisis dulu, itu sumbangan dari siapa. Kalau dari pengusaha langsung dikembalikan ke negara, kalau dari kerabat atau teman dikembalikan ke yang bersangkutan, tambahnya.

Bagaimana bisa tahu? KPK punya cara tersendiri, tambahnya.
Keterlibatan KPK di pesta pernikahan Hidayat, kata Johan, adalah inisiatif kedua pihak. KPK, ujarnya, menghubungi yang punya pesta sehari sebelum pesta dilangsungkan. Kebetulan Pak Hidayat juga mau menghubungi KPK, tambahnya.

Laporan Hidayat, ujarnya, tak hanya menghapuskan delik pidana dari dugaan gratifikasi, tapi juga contoh yang patut ditiru pejabat lain.

Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Haryono Umar menegaskan, apa yang dilakukan KPK sesuai UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK. Itu ada UU-nya lho. KPK bukannya sok-sokan. Kalau tidak melakukan itu, KPK justru salah, ujarnya ketika dihubungi koran ini tadi malam.

Apalagi, jika terbukti menerima gratifikasi dan dalam 30 hari si pejabat tidak melaporkannya, katanya, bisa terkena ancaman pidana. KPK justru membantu pejabat untuk tidak korupsi dan tidak kena pidana, ujar mantan auditor BPKP tersebut.

Soal hasilnya, tambah Haryono, KPK akan menyampaikan ke yang bersangkutan. Biasanya kita tidak pernah mengumumkannya ke publik, tambahnya.

Selain Hidayat, KPK akan meneliti angpau yang diterima dalam pesta pernikahan putri Gubernur Jogjakarta Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Nurkamnari Dewi dengan Yun Prasetyo Hadi di Keraton Jogjakarta Jumat (8/5).

Tim sudah jalan ke sana. Menemui beliau (Sultan, Red) untuk menanyakan bagaimana, tambah Haryono, lantas mengungkapkan kepergian tim KPK ke Jogja adalah inisiatif pihak lembaga antikorupsi itu.

Apresiasi Hidayat
Hidayat Nurwahid secara terpisah menjelaskan bahwa dirinya sangat mengapresiasi upaya preventif KPK untuk mencegah terjadinya tindak korupsi. Termasuk, menyebarluaskan kesadaran antikorupsi kepada masyarakat. Langkah preventif itu perlu, biar KPK tidak terkesan ingin memenjarakan orang saja, candanya.

Terkait amplop sumbangan yang diterima sepanjang acara resepsi pernikahannya di kompleks Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Minggu lalu, Hidayat punya cerita. Dia sebenarnya tidak menginginkan ada sumbangan dalam bentuk apa pun. Tapi, bicara tradisi ketimuran jadinya agak susah juga, ujarnya.

Begitu acara selesai, lanjut dia, kotak-kotak tempat sumbangan itu sama sekali belum dibuka. Bahkan, langsung dimasukkan ke kamar terkunci. Jadi, baru tadi kamar tersebut dibuka. Itu pun KPK yang melakukan. Makanya, sampai sekarang pun saya belum tahu total nilainya, katanya.

Menurut Hidayat, KPK yang akan menentukan mana yang termasuk gratifikasi dan mana yang tidak. Kalau melebihi batas maksimal, tentu harus dikembalikan kepada negara, ujarnya. (ein/pri/tof)

Sumber: Jawa Pos, 14 Mei 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan