Kaban Terseret Kasus Dana BI
Menteri Kehutanan M.S. Kaban kembali berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kali ini ketua umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu tidak diperiksa kasus illegal logging, melainkan kasus korupsi aliran dana Bank Indonesia (BI) Rp 100 miliar.
Menteri Kehutanan M.S. Kaban kembali berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kali ini ketua umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu tidak diperiksa kasus illegal logging, melainkan kasus korupsi aliran dana Bank Indonesia (BI) Rp 100 miliar.
Kaban menjadi saksi untuk tersangka Hamka Yandhu dan Anthony Zeidra Abidin, yang mantan koleganya di DPR. Kaban diperiksa atas statusnya sebagai mantan anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004.
Selain Kaban, mantan anggota Komisi IX DPR yang diperiksa kemarin (9/6) adalah Baharuddin Aritonang, Emir Moeis, dan Habil Marati.
Seusai diperiksa, Kaban mengaku tak tahu aliran dana BI ke sejumlah anggota parlemen. ''Saya tidak masuk dalam tim pembahasan revisi UU BI. Jadi, saya tidak banyak tahu, ujar Kaban di gedung KPK. Dia juga mengaku hanya tahu rapat-rapat dalam paripurna Komisi IX DPR.
Baharuddin juga memberikan keterangan senada. Mantan politikus yang kini menjadi anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu mengaku tidak tahu-menahu.
Menurut Baharuddin, selama menjadi anggota Komisi IX, dirinya tidak intens mengikuti acara komisi. Kalaupun ikut, lanjut Baharuddin, sekadar formalitas. ''Sewaktu di DPR, saya lebih banyak berkiprah sebagai anggota PAH (Panitia Ad Hoc) I Badan Pekerja MPR RI,'' jelasnya. PAH I lebih banyak membahas revisi UUD 1945.
Pria berambut putih itu mengaku banyak menjawab tak tahu di depan penyidik KPK yang memeriksanya. Misalnya ditanya soal rapat-rapat panja BI, saya kan nggak ikut. Saya juga tidak ikut pembahasan UU BI,'' tambahnya.
Soal aliran dana BI ke sejumlah anggota dewan, Baharuddin enggan berkomentar. ''Ya, bisa saja orang omong begitu, saya mengatakan saya tidak menerima, ujar pria yang mengaku mengenal Hamka Yandhu sejak menjadi mahasiswa itu.
Emir Moeis dan Habil Marati juga kompak mengaku tidak tahu. Habil bahkan membantah ikut menerima kucuran duit bank sentral itu. Pembahasan RUU BI itu sendiri memang cukup a lot. Saya tidak ikut membahasnya, ujar Habil.
Kasus aliran dana BI berawal dari Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang dipimpin Burhanuddin Abdullah mengeluarkan persetujuan untuk memberikan bantuan peningkatan modal kepada Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp100 miliar.
Dari uang tersebut, Rp 68,5 miliar diduga mengalir ke sejumlah pejabat BI dalam sebagai dana bantuan hukum. Sisanya, Rp 31,5 miliar, diduga diberikan oleh Rusli Simandjuntak dan Aznar Ashari kepada panitia perbankan Komisi IX DPR periode 2003 untuk penyelesaian masalah bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan amandemen UU No 23 Tahun 1999 tentang BI.
Meski telah menetapkan lima tersangka kasus BI, termasuk Burhanuddin, KPK tak menghentikan pengusutan kasus tersebut. Dalam waktu dekat, lembaga antikorupsi itu menjadwalkan pemeriksaan mantan Ketua Komisi IX DPR Paskah Suzetta yang saat ini menjabat kepala Bappenas. (ein/agm)
Sumber: Jawa Pos, 10 Juni 2008