Kaban Minta Jadwal Ulang
Menteri Kehutanan MS Kaban membantah dia menghindar dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK pada 8 Agustus lalu. Ia beralasan saat itu sedang memiliki agenda acara yang padat dari departemennya. Alasan lain, surat panggilan tiba di kantornya pada 7 Agustus lalu dan dianggapnya terlambat datang.
”Silakan, saya siap dipanggil. Toh, hanya sebagai saksi. Kapan saja siap. Tanggal delapan itu saya tidak bisa. Saya sudah meminta penjadwalan ulang kepada KPK. Itu kalau pihak KPK bersedia,” kata Kaban seusai pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan di Nusa Dua, Bali, Senin (11/8).
Namun, ia mengaku tidak memiliki jawaban pasti soal kesiapannya jika diminta mundur dari jabatannya sekarang. ”Wah, saya tak tahu jawabannya,” ujarnya setelah sempat berpikir beberapa saat.
Seperti diberitakan, pemanggilan KPK itu dilakukan terkait dengan dugaan aliran dana dari Bank Indonesia (BI) atau Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia kepadanya saat menjadi anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004. Keterangan itu disampaikan anggota DPR, Hamka Yandhu, saat diperiksa sebagai saksi dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi.
Kaban membantah menerima uang sebesar Rp 300 juta, seperti yang disebut-sebut dalam persidangan Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi. Penyebutan dirinya dalam sidang itu dinilai merupakan upaya pembunuhan karakter dan fitnah. Kaban pun mempertanyakan, apakah uang yang disebut-sebut diberikan kepadanya itu sudah diberikan atau masih rencana.
Terkait dengan masalah aliran dana BI, Kaban yang pernah menjadi anggota Komisi IX DPR mengungkapkan ia tak tahu-menahu. Ia membenarkan adanya revisi Undang-Undang BI, tetapi ia tidak pernah ikut dalam pembahasan undang-undang itu.
Nama Kaban juga disebutkan tersangkut kasus pengalihfungsian hutan lindung di Pulau Bintan, Kepulauan Riau, dengan terdakwa Sekretaris Daerah Bintan Azirwan. Dalam sidang itu, sejumlah nama anggota Komisi IV DPR juga disebut-sebut menerima dana dari Azirwan. (ays)
Sumber: Kompas,12 Agustus 2008