Jokowi Harus Tolak Revisi UU KPK, Bukan Menunda
Antikorupsi.org, Jakarta, 23 Februari 2016 – Sikap Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk menunda Revisi UU no. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tidak memuaskan. Penundaan dianggap hanya meredam polemik Revisi UU KPK dalam tempo sementara.
“Jokowi harusnya bisa lebih progresif menyatakan menolak Revisi UU KPK,” kata Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho di Universitas Paramadina, Senin 22 Februari 2016.
Menurut Emerson, kesepakatan antara Pemerintah dan DPR RI untuk menunda tetap meninggalkan persoalan. Potensi dilanjutkannya proses Revisi UU KPK sangat tinggi, “Barangkali 2016 ini ditunda, lalu akan dilanjutkan lagi tahun 2017,” imbuhnya sembari menyayangkan keputusan tersebut.
Guru Besar Universitas Sahid Jakarta Giyatmi, saat konferensi pers di Universitas Paramadina pada hari yang sama berkata hal serupa. Penundaan menurutnya bukan hal yang tepat, “Sikap kita tolak, bukan tunda. Apalagi tekanan publik sudah cukup kuat.”
Revisi UU KPK tidak semestinya dilakukan, apalagi jika alasannya terkait dengan kinerja KPK, “Kinerja KPK masih sangat efektif, masih sangat bagus,” katanya. Upaya Revisi UU KPK akan justru akan memperlemah kinerja komisi antirasuah tersebut.
Atas hal-hal tersebut Emerson meminta Presiden Jokowi untuk menarik Revisi UU KPK dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas), “Agar upaya dan niat melakukan revisi tidak kembali muncul di kemudian hari,” tutupnya.
Presiden dan DPR RI telah bersepakat untuk menunda pembahasan Revisi UU KPK. Presiden Jokowi beralasan dibutuhkan sosialisasi lebih luas terhadap masyarakat atas Revisi UU KPK. Adapun Ketua DPR RI Ade Komarudin mengatakan agenda Revisi UU KPK akan tetap masuk dalam Prolegnas 2016. (Egi)