Jaksa di Sidang Anggoda Sebut Kantor Bareskrim Markas Mafia Suap
Dakwaan Jaksa saat Sidang Perdana Anggodo di Tipikor
Sidang perdana dengan terdakwa Anggodo Widjojo dalam kasus dugaan suap dan upaya menghalang-halangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kemarin (11/5) mengungkap fakta baru.
Jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan, terdakwa dan Ari Muladi melakukan percobaan suap dengan imbalan Rp 5,1 miliar kepada pimpinan KPK, Bibit S. Rianto dan Chandra M. Hamzah. Tujuannya, pimpinan KPK itu tidak melanjutkan proses hukum kasus korupsi sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) yang melibatkan PT Masaro Radiokom milik kakak kandung Anggodo, Anggoro Widjojo.
''Terdakwa bersama Ari Muladi telah melakukan permufakatan jahat untuk bertindak pidana korupsi dengan memberikan sesuatu kepada penyelenggara negara,'' ujar jaksa Suwarji.
Dalam surat dakwaan juga disebutkan soal lokasi-lokasi pertemuan Anggodo dan Ari Muladi saat membahas upaya menghalangi penyidikan. Di antara beberapa lokasi, jaksa menyebut kantor Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri sebagai markas suap para mafia hukum.
Terkait dengan penyebutan lokasi tersebut, indikasi keterlibatan beberapa penyidik Polri semakin kuat. ''Bisa juga nanti penyidik di kepolisian dipanggil dalam sidang,'' ujar Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. saat dikonfirmasi.
Lewat surat dakwaan, kemarin jaksa mengungkapkan, pada Juni 2009 hingga Oktober 2009, terdakwa Anggodo bersama Direktur PT Masaro Infokom Putranefo Alexander Prayugo, Ari Muladi, dan Raja Bonaran Situmeang mengupayakan agar para saksi terkait tidak bisa diperiksa KPK.
''Terdakwa bersama pihak-pihak tersebut juga membuat laporan seakan-akan ada pemerasan yang dilakukan pimpinan KPK dan membuat kronologi pengurusan kasus untuk dijadikan bahan keterangan saksi Ari Muladi dalam berita acara pemeriksaan (BAP) dalam perkara tersangka Bibit dan Chandra,'' papar Suwarji.
Atas perbuatannya, Anggodo didakwa dengan pasal 15 tentang percobaan penyuapan dan pasal 21 tentang menghalang-halangi penyidikan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta pasal 53 KUHP juncto pasal 55 KUHP.
Pada sidang perdana kemarin, Anggodo kembali berulah. Setelah beberapa kali sidang tertunda karena dia beralasan sakit, kemarin pria asal Surabaya itu kembali mengeluh sakit sesaat sebelum sidang dimulai. Di hadapan majelis hakim, Anggodo mengaku tidak sehat.
Ketika ditanya Hakim Ketua Tjokorda Rai Suhamba, Anggodo menjawab, ''Saya kurang sehat, Yang Mulia. Mendengar Yang Mulia bicara saja, telinga saya mendengung. Saya tidak bisa konsentrasi,'' ujarnya diselingi batuk-batuk kecil.
Untuk mengantisipasi, dokter KPK Kunto Wiharto juga dihadirkan untuk menemani Anggodo dengan duduk di sampingnya. Namun, menyaksikan Anggodo yang terus memegangi kepala dan sesekali terbatuk, Tjokorda akhirnya menskors sidang selama 15 menit. Dia meminta dokter KPK untuk memeriksa kondisi Anggodo.
Setelah memeriksa, dr Kunto dimintai keterangan oleh majelis hakim di sidang. ''Tensi dan segalanya bagus. Kondisinya secara umum baik, sehingga masih memungkinkan untuk mengikuti sidang selama 10-15 menit,'' papar Kunto.
Namun, keterangan dokter tersebut dipertanyakan kuasa hukum Anggodo. Salah seorang kuasa hukum Anggodo, O.C. Kaligis, menanyakan latar belakang sang dokter. ''Kita perlu tahu dokter yang menangani klien kami. Sebab, menurut info yang kami terima, beliau adalah neurolog. Karena itu, kami juga tidak jelas dokter apa yang menangani klien kami,'' paparnya.
Menanggapi pernyataan Kaligis itu, Kunto menjawab sembari bercanda. ''Saya dokter spesialis nuklir, Yang Mulia. Tidak perlu dokter spesialis untuk judgement apakah kuat menjalani sidang atau tidak,'' ungkapnya.
Merujuk pada keterangan dokter KPK, Anggodo tetap dihadirkan dalam sidang untuk mendengarkan dakwaan. Sidang kembali dilaksanakan pada Selasa (18/5) dengan agenda pembacaan eksepsi atau nota keberatan dari terdakwa. (ken/c5/iro)
Sumber: Jawa Pos, 12 Mei 2010