Jaksa Agung Sorot Bawahan Bermasalah
Peringatan ulang tahun ke-50 kejaksaan menjadi momentum bagi Jaksa Agung Hendarman Supandji untuk mengingatkan kinerja jaksa-jaksa. Salah satunya, mengedepankan orientasi kerja pada hasil dan manfaat bagi masyarakat.
''Tuluslah dalam bekerja serta tidak mengambil sesuatu yang bukan hak kita,'' ujar Hendarman saat memberikan amanat dalam upacara peringatan Hari Bakti Adhyaksa di Kejaksaan Agung kemarin (22/7).
Pesan Hendarman tersebut merupakan satu di antara empat pesan harian jaksa agung di depan ratusan jaksa yang mengikuti upacara. Tiga pesan lain adalah membangun budaya kerja, pola pikir, dan tingkah laku birokrasi positif. Kemudian, menegakkan moralitas, terutama kejujuran disiplin, serta meningkatkan profesionalisme.
Setelah upacara, Hendarman mengungkapkan bahwa pihaknya tengah membenahi internal kejaksaan. Misalnya, menerapkan model baru perekrutan dan sistem pendidikan jaksa. ''Reorganisasi yang miskin struktur kaya fungsi,'' terangnya.
JAM Pengawasan Marwan Effendy menegaskan, perilaku jaksa-jaksa yang bermasalah akan menjadi perhatiannya. Selain menindak, pihaknya akan meningkatkan upaya pencegahan. ''Saya ingin memberdayakan waskat (pengawasan melekat).''
Peringatan ulang tahun kejaksaan kemarin tak luput dari protes. Tiga ibu yang menjadi korban pelanggaran HAM mengadu ke Kejagung. Mereka adalah Amang, ibu Muhammad Safaru yang meninggal saat kerusuhan melanda Mal Yogya, Klender, Jakarta Timur, 1998; Tuti Koto, ibu Yani Afri, aktivis PDI yang diduga diculik pada tiga hari sebelum Pemilu 1997; serta Nur yang anaknya menjadi korban penculikan.
Mereka mengadu karena kasusnya terkatung-katung di Kejagung setelah diselidiki Komnas HAM. ''Kata Komnas HAM, berkas sudah dilimpahkan, tapi Kejagung belum mengusut,'' ungkap Tuti Koto. (fal/c5/iro)
Sumber: Jawa Pos, 23 Juli 2010