Internal KPK Dalami Pelanggaran yang Dilakukan Antasari Azhar

Pengawas internal KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mulai bergerak mendalami pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua KPK nonaktif Antasari Azhar. Petugas dari pengawasan internal kemarin (12/8) mendatangi Antasari di tahanan Polda Metro Jaya.

''Pemeriksaan dilakukan hari ini (kemarin, Red),'' kata Wakil Ketua KPK Mohammad Jasin di Balai Kartini, Jakarta, kemarin (12/8). Petugas pengawasan dan penasihat hukum Antasari mendatangi tahanan Polda Metro Jaya untuk memintai keterangan pria yang tersandung kasus pembunuhan berencana itu.

Menurut Jasin, Kapolri Bambang Hendarso Danuri memberikan kesempatan luas kepada KPK untuk menegakkan kode etik pimpinan. ''Saat pimpinan (Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah) bertemu Kapolri, beliau memberikan kesempatan (pemeriksaan) itu,'' tutur Jasin.

Sebelumnya, kata Jasin, pengawas internal telah mengumpulkan bukti soal pertemuan ilegal antara Antasari dan Direktur PT Masaro Anggoro Widjojo. Aparat pengawasan internal juga telah mengetahui maksud pertemuan itu secara utuh. ''Tapi, apa isinya, kami belum bisa mengungkapkan,'' ucapnya. Yang jelas, KPK tak ingin kode etik sekadar menjadi pajangan.

Dari informasi yang didapat Jawa Pos, pengawas internal tidak hanya membidik pertemuan ilegal itu. Pengawas juga mengejar lebih jauh apa saja yang dilakukan Antasari sebelum dan sesudah berbicara dengan Anggoro. Bila ditemukan fakta-fakta baru, spektrum dugaan pelanggaran kode etik Antasari bisa meluas.

KPK kemarin juga melaporkan Antasari ke Mabes Polri terkait pelanggaran kode etik yang diatur dalam pasal 36 UU KPK. Pasal itu mengatur bahwa pimpinan KPK dilarang bertemu langsung atau tidak langsung dengan pihak terkait perkara korupsi. Yang terbukti melanggar diancam pidana lima tahun penjara.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto menyatakan telah melaporkan Antasari ke Polda Metro Jaya. Tapi, laporan itu ditolak. Polisi beralasan, locus delicti (tempat kejadian pidana) pembicaraan ilegal antara Antasari dan Anggoro di Singapura. Karena itu, yang berwenang menerima laporan pidana itu hanya Kedubes RI di Singapura dan Mabes Polri.

''Hari ini (kemarin) laporan sudah kami berikan. Saya berharap polisi segera menindaklanjuti,'' ucap Jasin.

Jasin juga membantah keras rekaman pembicaraan Antasari dan Anggoro yang menyebut ke­ter­libatan dirinya. Dia mengungkapkan, dalam pemilihan pimpinan KPK, track re­cord-nya juga diuji oleh panitia se­leksi. ''Anda juga tahu di an­tara pimpinan, sia­pa yang track record-nya ba­nyak ca­tatan buruk,'' ujarnya.

Menurut Jasin, selama ini kode etik KPK juga jelas mengatur bahwa pim­pinan dilarang keras meneruskan kebiasaan buruknya di instansi lama.

KPK juga menambah laporan pencemaran nama baik yang dilakukan pria berinisial ES. Dia diduga melanggar pasal 310/311 KUHP. La­poran itu buntut pe­ngakuan ES yang menyebut pe­nerimaan uang dari petugas KPK. ''Yang itu sudah kami laporkan tadi malam.''

Sementara itu, terkait penyelidikan kasus dugaan suap kepada pim­pinan KPK oleh PT Masaro yang bermula dari testimoni An­tasari Azhar, Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Susno Dua­dji mengaku prosesnya masih berjalan.

Susno menolak menjelaskan per­kembangan kasus tersebut. Ter­masuk, soal pemeriksaan ter­hadap Eddy Sumarsono yang di­sebut peng­hubung Antasari dan Anggoro Wi­djojo. ''Saya belum periksa itu.''

Secara terpisah, Jaksa Agung Hendarman Supandji menegaskan, pihaknya belum menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kasus suap itu dari penyidik Polri. ''Tapi, garis besarnya dan gambaran sudah ada.''

Hendarman me­­nolak berkomentar ke­terlibatan Eddy Sumarsono. Tapi, dia memerintahkan jajaran pengawasan untuk mempelajari pelang­ga­ran kode etik yang dilakukan jaksa Irwan Nasution. ''Kalau itu terjadi, saya perintahkan pengawasan untuk memeriksa seberapa jauh pelanggaran kode etik.''

Sebelumnya terungkap bahwa pertemuan antara Anggodo (adik Anggoro) dan Eddy Sumarsono berlangsung di ruang kerja jaksa Irwan Nasution. Namun, Kapus­pen­kum Kejagung Jasman Pandjaitan menyatakan, pertemuan itu terjadi tanpa disengaja sekitar Agustus-September 2008. (git/fal/dwi)

Sumber: Jawa  Pos, 13 Agustus 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan