ICW Laporkan Dugaan Korupsi PT Kereta Api
"Kerugian negara akibat tindakan itu diperkirakan mencapai Rp 36 miliar," kata Adnan setelah melapor ke Kejaksaan Agung kemarin.
Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan PT Kereta Api ke Kejaksaan Agung atas dugaan korupsi dalam penjualan besi tua oleh perusahaan tersebut. Menurut Adnan Topan Husodo, Koordinator Korupsi Politik ICW, besi tua itu berasal dari gerbong-gerbong dan lokomotif yang tidak terpakai. "Kerugian negara akibat tindakan itu diperkirakan mencapai Rp 36 miliar," kata Adnan setelah melapor ke Kejaksaan Agung kemarin.
Menurut dia, PT Kereta Api dua kali menjual besi tua ke Yayasan Pusaka, yakni pada 2005 dan 2006. Total besi tua yang dijual mencapai 11 juta kilogram dengan harga Rp 1.225 per kilogram pada 2005 dan Rp 852 pada 2006. Padahal, pada 2005, harga besi tua di pasar mencapai Rp 4.500 per kilogram. "Akibatnya, ada indikasi kerugian negara sebesar Rp 36 miliar," ujarnya.
ICW juga menilai penjualan tersebut melawan hukum karena dilakukan dengan sistem penunjukan langsung. Seharusnya, kata Adnan, upaya melepas aktiva tetap di lingkungan badan usaha milik negara hanya dapat dilakukan melalui dua cara, yakni lewat kantor lelang negara atau balai lelang swasta.
"Kami melihat PT Kereta tidak menggunakan dua mekanisme ini. Mereka menggunakan penunjukan langsung kepada Yayasan Pusaka," kata Adnan. Temuan lain, ia menambahkan, Yayasan Pusaka adalah yayasan yang didirikan oleh PT Kereta.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy menyatakan pihaknya akan mempelajari laporan ICW tersebut. Adapun Direktur Utama PT Kereta Api Rony Wahyudi mengaku dirinya telah berulang kali dipanggil kepolisian dan kejaksaan terkait dengan kasus dugaan korupsi penjualan besi tua itu. "Saya sudah dipanggil kepolisian, kejaksaan negeri, bahkan Kejaksaan Agung, terkait dengan masalah ini," ujarnya saat dihubungi Tempo untuk konfirmasi tadi malam.
Menurut dia, penjualan yang terjadi pada 2006 sudah sesuai dengan prosedur melalui lelang. Harganya juga lebih tinggi daripada harga yang ditawarkan dalam lelang. "Harga yang disepakati lebih tinggi dari lelang PT Pelni dan Pertamina," katanya. Namun, ia tak bersedia menyebutkan penawaran harga dari kedua perusahaan itu.
Ihwal dugaan Yayasan Pusaka milik PT Kereta, Rony membenarkan. Namun, ia membantah jika dikatakan gara-gara kepemilikan itu kemudian harga beli dari Yayasan Pusaka dibuat lebih rendah dari harga pasar. DESY PAKPAHAN | TITIS SETIANINGTYAS | DWI WIYANA
Sumber: Koran Tempo, 15 januari 2009
--------------------------
ICW Laporkan Dugaan Korupsi di PT KA
Indonesia Corruption Watch melaporkan dugaan korupsi di PT Kereta Api kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy, Rabu (14/1).
Dugaan korupsi itu terjadi dalam penjualan aktiva tetap PT KA berupa eks lokomotif, gerbong, dan sebagainya yang sudah dikategorikan tidak produktif, dalam bentuk besi tua, tembaga, dan kuningan.
”Ada indikasi kerugian negara Rp 36 miliar karena harga jual jauh lebih rendah dibandingkan harga pasar,” kata anggota Badan Pekerja ICW, Adnan Topan Husodo, yang bersama Emerson Yuntho bertemu Marwan.
Marwan menyatakan, jaksa akan mempelajari lebih dulu laporan ICW itu. ”Kalau memang benar, akan ditindaklanjuti,” katanya.
Kepala Humas PT KA Adi Suryatmini mengatakan, penjualan lokomotif bekas dan besi tua itu sudah seizin komisaris PT KA saat itu. Harga penjualan memang lebih rendah daripada harga pasar karena aset itu tersebar di Pulau Jawa dan Sumatera.
”Pembeli mau membeli kalau harganya murah karena perlu menggunakan biaya untuk ongkos angkutnya,” lanjutnya.
Adi mengakui, Rabu kemarin, ada banyak pertanyaan internal di lingkungan PT KA kepada direksi PT KA, mengapa hal yang dilaporkan ICW tersebut bisa terjadi. Menurut dia, pihak direksi belum bisa menjawab pertanyaan itu karena baru menerima berkasnya untuk dipelajari pada Kamis ini.
Menurut Adnan, penjualan berlangsung dua kali, yakni tahun 2005 dan 2006. Pada tahun 2005, kontrak sebanyak 3.980 ton ternyata hanya direalisasikan 2.088 ton. Pada tahun 2006, kontrak sebanyak 13.169 ton dan hanya direalisasikan 8.015 ton.
Dalam proyek itu, direksi PT KA, mewakili PT KA, bertindak sebagai penjual dan pengurus Yayasan Pusaka—yayasan di bawah naungan PT KA—sebagai pembeli. Padahal, direksi PT KA adalah pimpinan Yayasan Pusaka. Namun, dalam pelaksanaan proyek, PT Asbo Citra Mandiri mendapatkan kuasa substitusi untuk menjalankan proyek. Nilai jual besi tua pada tahun 2005 sebesar Rp 1.225 per kilogram (kg) dan Rp 852,5 per kg pada 2006.
Menurut Adnan, indikasi perbuatan melawan hukum terjadi dalam penunjukan langsung pengurus Yayasan Pusaka sebagai pembeli. Hal itu melanggar keputusan menteri keuangan. Seharusnya, pelepasan aktiva tetap melalui Kantor Lelang Negara atau Balai Lelang Swasta. Indikasi kerugian negara terjadi karena harga wajar besi tua di pasaran Rp 4.500 per kg. Akibatnya, terjadi kerugian negara sekitar Rp 36 miliar.(ryo/idr)
Sumber: Kompas, 15 Januari 2009
Klik di sini untuk mengunduh dokumen laporan ICW