ICW: Dugaan Korupsi Dana Haji Rp 1,28 Triliun

Departemen Agama menghitung dari harga kontrak, bukan dari selisih harga.

Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2008 ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut ICW, dugaan korupsi tersebut adalah penggelembungan biaya penerbangan dan biaya operasional dalam negeri dan Arab Saudi senilai US$ 127,7 juta atau setara dengan Rp 1,28 triliun.

File presentasi ICW

 

Menurut ICW, dalam pelaksanaan haji 2008, harga avtur (bahan bakar pesawat) mencapai titik terendah, sehingga komponen biaya penerbangan seharusnya bisa jauh lebih rendah. ”Tapi, kenyataannya, biaya penerbangan yang ditanggung jemaah haji jauh lebih besar,” ujar Koordinator Pelayanan Publik ICW Ade Irawan seusai menyampaikan pengaduannya ke KPK kemarin.

Berdasarkan data ICW, harga avtur pada 2007 senilai US$ 75,30 per barel. Saat itu biaya penyelenggaraan ibadah haji yang dibayarkan jemaah sebesar US$ 1.327. Sedangkan pada 2008, ketika harga avtur turun menjadi US$ 60 per barel, jemaah malah membayar sebesar US$ 1.867. ”Sehingga terjadi kelebihan biaya penerbangan sekitar US$ 500 per jemaah,” kata Ade.

Untuk biaya operasional di dalam negeri dan Arab Saudi, ICW menemukan kejanggalan dalam selisih biaya yang mencapai US$ 25,5 juta. Selisih biaya tersebut berasal dari berbagai komponen, seperti konsumsi jemaah dan petugas, alat tulis kantor, honor dan perjalanan dinas petugas, general service, dan akomodasi.

ICW juga melaporkan adanya dugaan manipulasi penetapan biaya penyelenggaraan ibadah haji tahun 2008 senilai US$ 3.458 per jamaah yang diajukan oleh Departemen Agama. Persetujuan itu kini sudah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2009.

Adapun Departemen Agama membantah tudingan ICW bahwa telah terjadi korupsi penyelenggaraan ibadah haji pada 2008. Menurut Direktur Jenderal Haji dan Umrah Departemen Agama Abdul Gaffur Djawahir, ICW menggunakan cara penghitungan biaya haji yang berbeda dengan Departemen. ”Kami menghitung dari harga kontrak, bukan dari selisih harga tertinggi dan terendah tahun tersebut,” kata Djawahir tadi malam.

Dia mencontohkan penghitungan biaya penerbangan pada tahun ini. Menurut dia, Departemen Agama tak mendasarkan penghitungan pada harga avtur terendah tahun ini sebesar US$ 70 ribu per barel, melainkan pada harga kontrak yang disepakati sebesar US$ 90 ribu per barel. Kontrak tersebut dibuat saat harga avtur berada di kisaran US$ 145 ribu per barel. “Jadi ini hanya masalah perbedaan cara menghitung saja,” ujarnya.

Terkait dengan dugaan penggelembungan sejumlah komponen haji lainnya, Djawahir mengatakan Departemen masih menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan. “Kami belum tahu, sebab audit BPK belum keluar,” katanya. CHETA NILAWATY | ANTON SEPTIAN

Sumber: Koran Tempo, 14 Juli 2009

{mospagebreak title=Diduga Ada Mark Up BPIH 2009} 

Diduga Ada Mark Up BPIH 2009

KPK diminta segera mengusut dugaan manipulasi BPIH 2009.

INDONESIAN Corruption Watch (ICW) tidak setuju dengan pengumuman Departemen Agama (Depag)dan Komisi VIII DPR yang mengklaim tidak adanya kenaikan dalam Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2009. LSM antikorupsi ini justru menemukan adanya kenaikan senilai US$704,34 yang dibebankan ke setiap jamaah.

"Ada dugaan mark up (penggelembungan) dalam tiga hal yakni biaya penerbangan serta biaya operasional di dalam negeri dan luar negeri," ujar Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, Ade Irawan dalam konferensi pers di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kemarin (13/7).

Menteri Agama Maftuh Basyuni telah mengumumkan bahwa BPIH tahun ini menelan biaya sebesar US$3.884,05 per jamaah. Biaya tersebut berasal dari setoran jamaah haji sebesar US$3.458 ditambah subsidi dari bunga setoran awal sebesar US$386,05 per jamaah. Harga tersebut dinilai tidak wajar, karena berdasarkan perhitungan ICW, tarif ibadah haji semestinya hanya US$2.753,66 apabila mendapatkan subsidi dari setoran awal.

Sebagai langkah penindakan, ICW pun mendesak KPK untuk segera mengusut dugaan manipulasi BPIH 2009 serta menindaklanjuti laporan mereka sebelumnya yakni dugaan korupsi BPIH 1426-1428 H yang diperkirakan mencapai Rp1,69 triliun. ICW juga meminta komisi untuk memeriksa Menteri Agama Maftuh Basyuni terkait pertanggungjawaban transparansi biaya haji.

Untuk memperjuangkan hak jamaah haji, ICW berencana mengajukan judicial review terhadap Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2009 tentang BPIH. Uji materiil ini bukan bertujuan membatalkan BPIH 2009 namun untuk meminta transparansi kewajaran biaya haji oleh Departemen Agama.

"Begitu besar dana yang dikelola Depag namun hak jamaah tidak dalam transparansi biaya maupun kualitas pelayanan ibadah haji tidak dilindungi," ujar Koordinator Pusat Data dan Analisis ICW Firdaus Ilyas.

Berdasarkan analisis ICW, setiap tahunnya penyelenggaraan haji mengalami masalah seperti kualitas pemondokan dan konsumsi yang tidak layak. Demi maksimalnya penyelenggaraan ibadah haji, maka diperlukan adanya standardisasi pelayanan haji yang lebih baik. Usaha renovasi konkret bisa ditempuh dengan mengkaji kembali UU Nomor 13 Tahun 2008 mengenai penyelenggaraan haji.

Peraturan hukum tersebut dianggap memberikan hak monopoli kepada Depag dalam pengelolaan ibadah haji. Hal tersebut meliputi penyusunan BPIH, proyek pengadaan, termasuk monitoring dan evaluasi. "Depag adalah tiang penyangga moral di Indonesia. Kalau tiangnya saja bobrok lalu bagaimana nasib moral bangsa ini," ujar Ade.[by : Melati Hasanah Elandis]

Sumber: Jurnal Nasional, 14 Juli 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan