ICW : Cukup Mudah Menjinakkan KPK
Tantangan pemberantasan korupsi ke depan akan sangat berat. Untuk itu, perlu ada penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan sikap tegas pemerintah khususnya Presiden RI SBY untuk memulai melawan mafia hukum, mafia bisnis dan mafia politik mulai dari lingkup terdekat presiden sendiri. Apalagi banyak serangan yang akan mengancam KPK.
Hal itu ditegaskan Koordinator Hukum ICW, Febri Diansyah, saat tampil menjadi salah satu pembicara dalam Diskusi Panel soal Tantangan dan Strategi Pemberantasan Korupsi di Indonesia di Fakultas Hukum Unhas. Selain Febri, pembicara lain adalah Staf khusus Presiden bidang hukum, HAM dan Pemberantasan KKN, Prof Denny Indrayana, Dekan Fakultas Hukum Prof Aswanto, dan praktisi hukum antikorupsi Abraham Samad di Fakultas Hukum Unhas, Rabu 6 April.
Febri mengemukakan bahwa kepuasan masyarakat terhadap sikap pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi di tanah air mengalami fluktuasi. Bahkan, ungkapnya, saat ini mengalami tren penurunan sejalan belum selesainya kasus rekening gendut di aparat kepolisian.
"Masa pemerintahan SBY tinggal 3 tahun 6 bulan. Dan tantangan SBY menurut kami adalah jangan mengurangi kewenangan KPK. Penguatan KPK perlu dilakukan karena kami menemukan ada ancaman serangan terhadap lembaga ini," ungkap Febri.
ICW, bebernya sempat mencatat 13 serangan terhadap KPK baik dari segi pernyataan politik, intervensi proses hukum secara langsung maupun tidak langsung dalam rapat di DPR RI. Contoh lain, ungkap Febri adalah serangan langsung berupa kriminalisasi pimpinan KPK Bibit-Chandra.
"Jangan lupakan bahwa di DPR juga ada ancaman. Saat ini adalah proses legislasi RUU Tipikor dan RUU KPK, juga rawan. Bisa saja KPK diserang dari sisi anggaran. Cukup mudah untuk menjinakkan KPK dengan cara memotong anggaran. Sehingga KPK hanya akan menjadi lembaga pencegahan korupsi saja," tandas pria berkacamata ini.
Untuk itu, ICW kata dia, mendorong penguatan KPK. SBY, katanya, bisa menggunakan tangan sebagai penguasa dominan untuk mendorong penguatan KPK. Di RUU Tipikor, ia melihat ada upaya untuk mengebiri kewenangan KPK.
Yang dibutuhkan saat ini, tegasnya, adalah penguatan KPK dan jalannya fungsi UU KPK bukannya malah membahas revisi.Tantangan ke depan, kata Febri, adalah melawan korupsi politik yakni relasi antara mafia bisnis dan politik, pembersihan institusi penegak hukum dalam hal ini mafia hukum, dan memaksimalkan fungsi regulasi dan pengambilan kebijakan eksekutif dalam RUU Tipikor dan RUU KPK.
"Kami di ICW yakin, korupsi di level atas lahir dari persengkokolan antar mafia bisnis dan mafia politik. Melawan mafia harus dimulai dari lingkup terdekat SBY," tegasnya. Dia mengungkap, dari 43 tersangka politisi yang dijerat KPK, 7 tipe kasus berkorelasi antara mafia bisnis dan mafia politik.
Adapun Prof Aswanto berpendapat bahwa pemberantasan korupsi harus dimulai dari komitmen pimpinan lembaga-lembaga untuk tidak korup. "Pada pemerintahan SBY semua (kasus) harus sudah klir dan mengembalikan korupsi masa lalu. Saat ini ada USD35 miliar uang negara hasil korupsi diparkir di luar negeri. Yang penting di sini adalah political will berantas korupsi," ujar Dekan FH Unhas ini.
Untuk memberantas korupsi semua elemen harus duduk bersama dan mencari akar permasalahannya. Perbaikan, lanjut Aswanto tidak dilakukan secara parsial tapi komprehensif integral dan pejabat serta masyarakat juga tidak bersikap permisif terhadap perbuatan korupsi sekecil apapun.
Hal senada dilontarkan Abraham Samad yang menyarankan perlunya ada kebijakan legislasi yang terintegrasi. Dalam artina, menutup ruang peluang bagi aparat hukum untuk memberi ruang bagi pelaku korupsi untuk menikmati remisi misalnya.
"Pemerintahan juga harus memberi penguatan regulasi dan institusi terhadap lembaga-lembaga pengawasan aparat penegak hukum. Juga harus ada penguatan UU anti korupsi atau UU lain yang terkait. Dan UU ini harus memberi sanksi berat," tegas doktor hukum Unhas ini.
Abraham juga memandang perlu menguatkan kembali peran KPK sebagai lembaga sebagai lembaga superbody dalam pemberantasan korupsi. Selain itu, kata dia, perlu menanamkan pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya laten korupsi dengan cara sosialisasi. "Dibutuhkan political will dan goodwill pemerintah untuk memberantas korupsi secara radikal," tandasnya. (nin)
Sumber: JPNN, Kamis, 07 April 2011 , 07:25:00