ICW Beberkan Bukti Dugaan Korupsi SMPN 1 Jakarta
Menerima tantangan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudhi, Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Aliansi Orangtua Murid Peduli Pendidikan Indonesia (APPI) membeberkan bukti dugaan korupsi di sekolah. Mereka melaporkan sejumlah poin dugaan penyelewengan dana berdasarkan penelusuran atas laporan keuangan sekolah.
Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, Febri Hendri, mengatakan, penyimpangan dana yang dikelola sekolah, baik yang bersumber dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) maupun dana iuran masyarakat, mayoritas berupa penyalahgunaan anggaran. Sekolah kerap kali mengeluarkan dana untuk keperluan yang tidak terkait dengan proses belajar mengajar. Bahkan, dalam beberapa temuan, sekolah justru membelanjakan uang untuk menyuap pejabat.
Febri menyebutkan, dari laporan keuangan SMPN 1 Jakarta, ditemukan aliran dana sebesar Rp 19,8 juta untuk Penilaian Kinerja Kepala Sekolah (PKKS), Rp 2,5 juta untuk supervisi dan monitoring sekolah, Rp 9 juta untuk transportasi tim supervisi dan monitoring, serta Rp 4,65 juta untuk evaluasi RSBI. Menurut Febri, sekolah tidak perlu mengeluarkan dana untuk membiayai proses supervisi karena biaya pengawasan seharusnya menjadi tanggung jawab pihak pengawas. "Selain itu, pembiayaan dari sekolah berpotensi menjadikan bias dalam penilaian," ujar Febri saat usai beraudiensi dengan Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta beserta jajarannya di Kantor Disdik, Jalan gatot Subroto, Jakarta, Kamis (18/8/2011).
Selain itu, dana sekolah juga banyak mengalir untuk membiayai rapat dan koordinasi sekolah-sekolah Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI). Tercatat, SMPN 1 Jakarta telah mengeluarkan Rp 5 juta untuk rapat koordinasi dan workshop RSBI, Rp 9 juta untuk partisipasi bulanan RSBI, serta Rp 150 ribu untuk transportasi monitoring RSBI.
Sebagian dana juga berpotensi mengalir ke rekening liar karena digunakan untuk membiayai kegiatan yang telah tercantum dalam mata anggaran lain. Potensi dobel anggaran itu misalnya terlihat dalam pembiayaan makan dan minum pegawai sekolah yang dibebankan kepada dana iuran orangtua siswa sebesar Rp 31 juta untuk periode Juni 2010 sampai Juli 2011. "Padahal, dana untuk keperluan konsumsi telah dianggarkan dalam APBS senilai Rp 52 juta yang bersumber dari dana BOP," tukas Febri.
Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Agus Suradika menyatakan akan mempelajari laporan dari ICW. Agus meminta waktu 14 hari kerja untuk mempelajari dan mengecek bukti-bukti. Namun Agus meminta ICW tidak mempublikasikan temuan selama belum ada konfirmasi dari Dinas Pendidikan. "Tolong jangan dipublikasikan sebelum jelas ada buktinya," ujar Agus.
Agus juga meminta ICW tidak memaksakan semua informasi harus dibuka. "Memang ada UU Keterbukaan Informasi Publik, namun kami juga memiliki hubungan dengan atasan. Tidak semua informasi bisa dibuka," tukasnya. Farodlilah