Hari Ini Nazaruddin Tiba di Jakarta
Muhammad Nazaruddin, tersangka kasus suap proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang, diperkirakan tiba di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, Jumat (12/8) ini.
Nazaruddin dipulangkan dengan pesawat carteran oleh tim gabungan, Polri, Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK), Kementerian Luar Negeri, serta Kementerian Hukum dan HAM yang dipimpin oleh Direktur V Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Anas Yusuf. ”Mungkin besok (hari ini), sekarang (semalam) dalam perjalanan menggunakan pesawat carteran,” ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Bachrul Alam di Mabes Polri, Kamis (11/8).
Setibanya di Indonesia, tambah Anton, Nazaruddin akan langsung diserahkan ke KPK. Selanjutnya, penahanan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu akan dititipkan ke Polri.
”Jadi diserahkan ke KPK. Tapi nanti juga KPK nitip ke Polri untuk menempatkannya (ditahan) di mana.”
Anton mengaku, pihaknya menghormati KPK untuk memproses Nazaruddin kendati Polri juga berkepentingan memeriksanya, yaitu terkait penggunaan paspor atas nama Muhammad Syarifuddin dan kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
”Sama-sama menghormati, pemeriksaan itu kan wewenang KPK dulu,” ujarnya.
Terkait pemeriksaan Syarifuddin, lanjut Anton, sementara ini diketahui dia tidak terlibat dalam kasus pelarian Nazaruddin. Paspor Syariffudin digunakan oleh Nazaruddin tanpa seizin si pemilik.
”Syarifuddin mengaku tidak mengetahui paspornya digunakan Nazaruddin.”
Menurutnya, Syarifuddin telah melaporkan kehilangan paspor ke Polda Sumatera Utara setelah diperiksa.
”Untuk sementara penyidik menerima laporan kehilangannya. Tapi jika nanti perlu ada pemeriksaan, akan dipanggil lagi.”
Sementara itu, anggota Komite Etik KPK Syafii Maarif mengatakan, Nazaruddin harus konsisten membongkar kasus yang tengah membelitnya.
”Kita berharap Nazaruddin akan mengucapkan sesuai dengan yang dinyanyikannya selama ini. Kalau itu terbongkar semua, kita akan tahu semua, oooh negara kita ini begini. Jadi kita tahu,” kata Syafii.
Dia juga berharap, Nazaruddin dapat membeberkan wajah negeri ini yang tengah dilanda korupsi yang menggurita.
”Korupsi di negara kita ini sudah menggurita, korupsinya sudah ke mana-mana. Pasti APBN yang dipakai (dikorup),” kata Buya, sapaan Syafii.
Terpisah, Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum menyatakan siap diperiksa Komite Etik KPK, termasuk jika harus dikonfrontasi dengan Nazaruddin.
”Kalau saya diundang untuk dimintai keterangan, maka sepenuhnya saya siap membantu Komite Etik KPK untuk memberikan keterangan yang diperlukan, termasuk jika dikonfrontir dengan Nazaruddin,” ujarnya di Jakarta.
Kendati demikian, dia mengaku bahwa sampai saat ini belum menerima undangan dari Komite Etik. ”Saya belum menerima suratnya,” imbuhnya.
Mantan anggota KPU itu juga membantah pernyataan Yulianis terkait adanya aliran dana dari perusahaan Nazaruddin ke Partai Demokrat. Sebab, keuangan Demokrat secara berkala telah diaudit dan dilaporkan sesuai undang-undang yang berlaku.
”Saya memang tidak setiap waktu mengurusi keuangan partai. Tapi saya yakin betul tidak ada masalah dalam keuangan itu karena diaudit dan dilaporkan,” tukas Anas.
Bantahan yang sama juga dikatakan Ketua Departemen Perekonomian DPP Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana yang menyatakan bahwa keterangan Wakil Direktur Keuangan Permai Group, Yulianis, terkait dua kali aliran dana 400 ribu dolar AS dan Rp 1 miliar ke Demokrat tidak benar.
”Itu kan ke pribadi-pribadi. Nggak ada yang resmi ke partai. Kita kan ada pembukuan partai. Jangan campur adukkan pembukuan partai dengan pembukuan perusahaan Nazar atau perusahaan siapa saja,” kilahnya.
Pada kesempatan yang sama, anggota Komisi VII DPR ini menegaskan, tertangkapnya Nazaruddin merupakan berkah tersendiri bagi Partai Demokrat.
”Saya sudah katakan, datangnya Nazaruddin berkah untuk kita semua. Berkahnya ternyata tidak ada orang setengah dewa. Katanya KPK tidak bisa tersentuh macam-macam, ternyata Nazaruddin bisa masuk ke sana,” ungkap Sutan.
Selain itu, berkah selanjutnya adalah terbongkarnya praktek mafia anggaran di DPR yang merupakan indikasi baik bagi pembentukan lembaga DPR yang bersih.
Sementara itu, Sekjen DPP Partai Demokrat (PD) Edhie Baskoro Yudhoyono mengakui, pihaknya belum secara resmi mengajukan pemecatan Nazaruddin dari keanggotaannya sebagai wakil rakyat di DPR.
”Surat pemecatan belum dikirimkan karena DPR sedang dalam masa reses,” tuturnya.
Kendati demikian, Ibas -sapaan akrabnya— menegaskan PD sudah meneken surat pemecatan itu dan setelah masa reses, surat akan segera dilayangkan ke DPR agar secepatnya bisa diproses.
”Kami akan segera mengirimkan suratnya ke DPR agar seusai masa reses langsung bisa diproses,” tegas putra SBY tersebut.
Sama seperti Anas Urbaningrum, Menteri Negara Pemuda dan Olahara (Menpora) Andi Mallarangeng juga menyatakan siap dikonfrontasi dengan Nazaruddin.
”Kalau diminta keterangan (konfrontasi) kapan saja, siap,” ujar Andi ketika menghadiri acara buka puasa bersama di Mabes Polri, kemarin.
Dia berharap, semua kasus Nazaruddin diusut tuntas, khususnya terkait kasus di lembaga yang dipimpinnya.
Cek Nasir
KPK akan mengecek keberadaan sepupu Nazaruddin, Muhammad Nasir, di Kolombia menyusul ada informasi Nasir ada saat Nazaruddin ditangkap.
”Kami belum tahu, akan dikoordinasikan dengan tim (di Bogota) tentang adanya Nasir ini,” kata Kepala Biro Humas KPK Johan Budi SP.
Menurut Johan, KPK sudah meminta Imigrasi mencegah Nasir ke luar negeri. ”M Nasir sudah kita cegah,” ujar Johan.
Seperti diketahui, Duta Besar Republik Indonesia untuk Kolombia, Michael Menufandu, menceritakan ada tiga orang lain yang menemani Nazaruddin saat ditangkap, termasuk pria bernama Nasir dan seorang wanita yang diduga istri Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni.
Johan juga menjelaskan, KPK masih mendalami informasi mengenai keterlibatan anggota Komisi X DPR RI, Angelina Sondakh dan I Wayan Koster, terkait kasus suap pembangunan Wisma Atlet. Namun hingga kini KPK belum akan memeriksa keduanya dalam kasus yang menyeret Nazaruddin itu.(J13,J22,K32,K24-43)
Sumber: Suara Merdeka, 12 Agustus 2011