Hari Ini KPK Minta Keterangan
Wakil Presiden Simbol Negara
Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (29/4) ini, dijadwalkan meminta keterangan dari mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Keduanya dimintai keterangan terkait kasus pemberian dana talangan kepada Bank Century.
Meski demikian, Juru Bicara Wapres Boediono, Yopie Hidayat, di Jakarta mengaku belum bersedia memastikan jadwal pemeriksaan itu. ”Wapres masih konsentrasi untuk Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional (Musrenbangnas),” katanya, Rabu siang. Saat dihubungi hingga Rabu pukul 22.00, Yopie belum memberikan konfirmasi tempat dan waktu pemberian keterangan itu. Namun, Yopie dan Staf Khusus Wapres lainnya masih di kediaman dinas Boediono.
Namun, agenda Wapres sepanjang Kamis sengaja dikosongkan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun membatalkan rapat terbatas bidang politik, hukum, dan keamanan yang semula akan digelar di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis siang.
”Semula memang akan ada ratas (rapat terbatas), tetapi dibatalkan. Presiden akan menerima kunjungan kehormatan Menteri Luar Negeri Iran Manouchehr Mottaki,” papar Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha.
Sri Mulyani yang ditemui wartawan pada acara Musrenbangnas menyatakan siap memberikan keterangan kepada KPK. Namun, ia tak menjawab saat ditanya lokasi pemeriksaannya.
Anggota DPR keberatan
Secara terpisah, dalam rapat kerja dengan KPK, Rabu di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, sejumlah anggota Komisi III (Bidang Hukum) DPR keberatan dengan sikap KPK yang memberi kelonggaran tempat kepada Boediono dan Sri Mulyani terkait pemberian keterangan dalam perkara Bank Century. Namun, KPK berkeras memberi kelonggaran itu karena dalam penyelidikan mereka tak memiliki kewenangan memaksa pihak yang dimintai keterangan untuk datang ke Kantor KPK.
Keberatan itu, antara lain, disampaikan Sarifuddin Sudding dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, T Gayus Lumbuun (Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan/F-PDIP), serta Aziz Syamsuddin dan Bambang Soesatyo dari Fraksi Partai Golkar.
Sarifuddin mengatakan, Boediono dan Sri Mulyani harus diperlakukan sama di mata hukum dengan dimintai keterangan di Kantor KPK. Alasan yang sama disampaikan Gayus dan Aziz.
”Masyarakat bertanya kenapa KPK terkesan memberikan pembedaan di mata hukum dengan mendatangi Sri Mulyani dan Boediono. Saya keberatan, mengapa kalau menteri saja boleh minta diperiksa di tempatnya, Gubernur BI aktif waktu itu Burhanudin Abdullah didatangkan ke KPK,” kata Gayus.
Adapun Bambang mengatakan bisa memahami Boediono diminta keterangan di luar Kantor KPK. ”Namun, saya tidak bisa memahami jika Sri Mulyani juga diperiksa di kantornya. Anggota Dewan juga menghormati panggilan untuk datang ke KPK. Apa bedanya,” katanya.
Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M Jasin mengatakan, Pasal 25 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menyebutkan, KPK berwenang membentuk aturan internal untuk mendukung kelancaran tugas lembaga. Salah satunya adalah pembuatan standar operasional prosedur tentang penanganan perkara yang menyatakan, dalam tahap penyelidikan tidak harus memanggil seseorang untuk datang ke KPK.
Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Chandra M Hamzah menambahkan, dalam proses penyelidikan, KPK tidak bisa melakukan upaya paksa sehingga yang bisa dilakukan adalah pencarian informasi di mana pun itu berada. KPK beberapa kali meminta keterangan pihak terkait di tempat mereka masing-masing.
Chandra menegaskan, walaupun proses meminta keterangan tidak dilakukan di Kantor KPK, independensi tetap dijaga.
Simbol negara
Di Yogyakarta, Rabu, Ketua MPR Taufiq Kiemas setuju KPK meminta keterangan Boediono di luar Gedung KPK. ”Wapres adalah simbol negara. Pemeriksaan harus menghormati simbol negara itu,” ujarnya.
Bahkan, menurut Taufiq, upaya KPK meminta keterangan Boediono dengan mendatangi Kantor Wapres adalah langkah paling tepat. ”Yang penting pemeriksaan itu independen. KPK cukup independen. Salah atau benar itu belakangan,” ujarnya.
Tentang pemeriksaan terhadap Sri Mulyani, ia enggan berkomentar. Menurut Taufiq, mekanisme pemeriksaan itu sepenuhnya adalah wewenang KPK.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar menilai pemeriksaan terhadap Wapres dan Menkeu oleh KPK memang lebih tepat dilakukan di kantor kedua pejabat negara itu. ”KPK datang ke Kantor Wapres itu tak melanggar hukum, norma, atau etika. Malah ada baiknya karena ini seorang Wapres yang sedang bertugas resmi,” ujarnya.
Menanggapi kesan KPK memberikan perlakuan khusus kepada keduanya, Patrialis menyatakan, ”Memang harkat, martabat, dan jabatan itu membedakan orang di dunia ini. Kenapa sebagian orang dalam UU diberikan hak imunitas? Itu karena ada posisi yang menyebabkan ia menjadi imun.”
Ketua Tim Pengawas DPR untuk Pelaksanaan Rekomendasi DPR dalam Kasus Bank Century Priyo Budi Santoso menuturkan, tim dapat minta KPK melakukan pemeriksaan ulang terhadap Sri Mulyani jika KPK tidak memeriksanya di Kantor KPK. (har/fer/nwo/ana/aik/day/wkm)
Sumber: Kompas, 29 April 2010