Halo-halo dari Penjara

Rencana Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki ruang tahanan sendiri terganjal alasan teknis.

Ayin: Halo, Pak Guru.
Urip: Iya, Ibu Guru.
Ayin: Intinya besok tetap konsisten pada semula itu. Pokoknya perbengkelan itu kan ada. Sudah kan ininya, apa namanya...?
Urip: Sudah saya kasihkan itu.
Ayin: Bukan, ininya, proposal bengkelnya.
Urip: Ya.
Ayin: Jadi semua itu, bengkel kan juga logis itu. Saya bilang itu kan dulu ada tanah di situ. Saya minta inilah, tetapi nanti ditanyain bagaimana saudara terdakwa keterangannya. Nanti saya bilang udah cukup. Begitu ceritanya....
Urip: Eehhhhh.

Untuk disebut percakapan Ibu Guru dan Pak Guru, rekaman ini tak lazim. Yang dibicarakan bukan soal sekolah atau mata pelajaran, tapi soal proposal bengkel. Belakangan kita tahu identitas “dua guru” itu. Pak Guru, tak lain, adalah nama samaran jaksa Urip Tri Gunawan, Bu Gurunya, Artalyta Suryani. Itu merupakan upaya keduanya untuk mengelabui Komisi Pemberantasan Korupsi soal uang suap US$ 660 ribu dari Artalyta kepada Urip dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.

Percakapan tertanggal 10 Juni 2008 itu terjadi saat Artalyta, yang akrab disapa Ayin, masih dalam tahanan Markas Besar Polri, sedangkan Urip di Ruang Tahanan Brimob Kelapa Dua, Jakarta. Skenario "proposal bengkel" itu terbongkar. Rekamannya bahkan diputar dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, 17 Juli lalu. Artalyta diganjar lima tahun penjara karena terbukti menyuap jaksa, Urip diganjar lebih berat--20 tahun--karena menerima suap.

Skenario "proposal bengkel" itu satu hal, sedangkan bahwa keduanya bisa berhala-halo dari dalam penjara adalah hal lain. Kita tahu, berdasarkan aturan, telepon seluler merupakan satu dari sekian daftar barang terlarang untuk dimiliki tahanan. Namun, fakta kerap berbicara sebaliknya. “Mestinya tahanan atau narapidana itu nestapa, bukannya enjoy seperti sekarang,” kata Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho.

Ketua Komisi Antasari Azhar mengaku tidak dapat mengawasi tahanan yang dititipkan di rumah tahanan milik polisi. Kewenangan mengawasi ada di tangan kepala rutan. "Bagaimana tahanan makan dan tidur, juga kewenangan kepala rutan," kata Antasari. Penyidik Komisi hanya berwenang memberi izin jika ada yang ingin bertemu dengan tahanan.

Cerita tentang fasilitas “wah” bagi tahanan atau narapidana berduit dan punya koneksi kuat, menurut Emerson, bukan barang baru. “Ada informasi, beberapa tahanan sore pulang ke rumah, paginya datang ke penjara lagi,” kata Emerson. Ia yakin perlakuan istimewa untuk tahanan korupsi akan berakhir jika para tersangka pencuri uang negara itu ditahan di ruang tahanan milik Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sebenarnya, Komisi sudah mempersiapkan ruang tahanan khusus. Bakal penjara itu berada di lantai bawah gedung Komisi di Jalan Rasuna Said Kav C-1, Kuningan, Jakarta. Akses ke dalam bisa melalui pintu kiri dan kanan dan gedung. Sehari-hari pintu ini selalu tertutup rapat. Hanya pegawai yang dapat masuk ke lantai dasar melalui pintu kaca. Di sana, selalu ada petugas keamanan berjaga. Masuk ke lantai paling bawah, ada tempat parkir khusus pimpinan Komisi. Calon hotel prodeo itu terletak di sayap kanan.

Lima ruang sudah disiapkan. Masing-masing berukuran 4 x 3 meter, tinggi atap 3 meter. Lantai dari keramik, dindingnya warna krem. Belum tampak tempat tidur untuk tahanan. Karena belum digunakan, sementara ruangan ini jadi gudang untuk menyimpan buku dan poster-poster antikorupsi.

Empat ruang berjejer paling ujung akan digunakan untuk tahanan laki-laki, satu ruang di sebelah kanan untuk perempuan. Ruang tahanan wanita dilengkapi wastafel. Kamar mandinya persis ada di depan kamar. Terdapat pancuran untuk mandi dan kloset jongkok. Untuk tahanan laki-laki disiapkan dua kamar mandi yang letaknya di depan kamar paling ujung.

Tidak ada jeruji besi layaknya tahanan umumnya. Pintunya terbuat dari kayu. Sinar matahari juga tidak sanggup menerangi tempat ini. Satu-satunya penerangan berasal dari lampu neon. Tahanan didesain tidak dapat bertemu langsung dengan pengunjung. Saat bertemu, keduanya dibatasi kaca bening. Komunikasi keduanya melalui interkom. Ruangan untuk bertemu tahanan ada di sebelah kiri. Belum ada dapur dan poliklinik.

Antasari mengatakan, adanya ruang tahanan sendiri itu untuk memudahkan administrasi dalam pemeriksaan kasus korupsi. Selama ini, para tersangka korupsi dititipkan di sejumlah ruang tahanan polisi (Titipan Komisi ke Polisi). Selain itu, adanya ruang tahanan sendiri diharapkan bisa mengontrol perilaku para tersangka korupsi itu. Hanya saja, kata dia, ruangan itu belum bisa digunakan karena dinilai tak memenuhi syarat: salah satunya karena kurang tinggi dan tidak mendapat sinar matahari langsung.

Menurut Direktur Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Untung Sugiyono, ada beberapa syarat teknis bangunan untuk ruang tahanan. Tinggi atap harus di atas 3,4 meter. Satu orang minimal memiliki ruang 5,4 meter. Rutan juga harus memiliki dapur dan poliklinik. "Rutan dan lembaga pemasyarakatan harus memenuhi kebutuhan orang dari mulai tidur sampai bangun tidur," kata Untung.

Calon ruang tahanan di Gedung Komisi juga belum memiliki dapur dan poliklinik. "Jadi baru sel untuk tidur saja, kalau tidak salah," kata dia. Untung mengaku telah memberi saran pada Komisi agar memperbaiki aspek teknis dan infrastruktur itu.

Antasari mengakui lima ruang tahanan yang disiapkannya kurang memenuhi syarat, tapi dia berharap Departemen Hukum dan HAM memahami kesulitan yang dihadapi Komisi. "Karena tidak mungkin kita mengubah gedung ini. Gedung ini dibangun kan bukan untuk gedung KPK," ujar Antasari. Kantor yang ditempati Komisi sejak Agustus 2007 itu adalah bekas Bank Papan Sejahtera. "Bank kan tidak nahan orang," kata Antasari. Abdul Manan | Sutarto | Cheta Nilawaty | Famega Syafira

Sumber: Koran Tempo, 8 September 2008 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan