Hakim, Jaksa, dan Pengacara Kompak
Majelis hakim, jaksa, dan pengacara kompak saat menggelar sidang bagi terdakwa Bupati Jember Mohammad Zainal Abidin Djalal di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (25/10). Secara umum, saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum malah meringankan posisi terdakwa.
Pada kesempatan tersebut, jaksa Karimudin menghadirkan Nur Basuki Minarno (47), anggota staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya. Pertanyaan seputar dugaan korupsi dalam pengadaan mesin daur ulang aspal oleh Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Jatim pada 2004 cenderung meringankan terdakwa.
Mengacu pada keterangan saksi saat menjawab pertanyaan majelis hakim, jaksa, dan pengacara, istilah tindakan melawan hukum tidak sesuai bagi pejabat karena lebih tepat disebut sebagai penyalahgunaan wewenang.
Menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Sugeng Djauhari, saksi mengacu pada Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999. ”Kalau bukan pejabat, tidak mungkin melakukan pelanggaran itu,” kata Nur Basuki.
Akan tetapi, jaksa menjerat terdakwa dengan Pasal 2 Ayat 1 UU No 31/1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Mengenai penyimpangan dari praktik penunjukan langsung untuk dugaan korupsi Rp 459 juta dalam pengadaan mesin daur ulang aspal, dia menekankan beberapa hal.
Pengecualian
Pada prinsipnya, pengadaan barang dan jasa harus melalui tender. ”Akan tetapi terdapat perkecualian, yaitu dengan cara penunjukan langsung meski harus ada kriterianya,” katanya.
Sugeng mempertanyakan apakah proyek yang melibatkan Djalal sebagai pengguna anggaran tergolong perkecualian.
Namun menurut saksi, dalam hukum pidana korupsi bukan hanya berupa penyalahgunaan wewenang, tetapi juga implikasi kerugian negara yang ditimbulkan.
Selama menjawab pertanyaan majelis hakim, jaksa, dan pengacara, sedikitnya lima kali Nur Basuki menegaskan bahwa tanpa perbuatan pidana, percuma mempersoalkan pelaku dan perannya. Terlebih dalam kasus serupa, seperti dilontarkan penasihat hukum Syaiful Ma'arif, dua orang telah disidangkan dan diputus bebas oleh Pengadilan Negara Surabaya pada awal tahun 2007. (BEE)
Sumber: Kompas, 26 Oktober 2010