Hakim agung;Meski Pas-pasan, DPR Tetap Memilih 6 Calon
Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat menilai, 18 calon hakim agung yang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test sebenarnya pas-pasan serta kurang memuaskan dan berkualitas. Namun, Kamis (16/10), Komisi III DPR tetap memilih enam calon hakim agung untuk ditetapkan sebagai hakim Mahkamah Agung atau MA.
Keenam calon yang terpilih itu adalah Suwardi (Wakil Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta), Djafni Djamal (Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Padang), Mahdi Soroinda Nasution (Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Pekanbaru), Syamsul Maarif (Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha/KPPU), Takdir Rahmadi (dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang), dan Andi Ayyub Saleh (dosen Universitas Hasanuddin, Makasar).
Menurut Ketua Komisi III DPR Trimedya Pandjaitan, tidak ada kesepakatan fraksi sebelum pemungutan suara. Seluruh fraksi menyerahkan sepenuhnya kepada anggotanya di Komisi III untuk memilih enam nama.
Ia tak mengelak jika pemilihan keenam calon itu terkesan dipaksakan. ”Kami memilih yang paling memungkinkan dari 18 calon. Penampilan mereka rata-rata dan tak ada yang menonjol, baik secara kualitas maupun pandangan ke depannya,” ujar Trimedya.
Ia mengimbau, Komisi Yudisial (KY) dalam menyeleksi calon hakim agung, sebelum diserahkan kepada DPR, supaya lebih ketat dan selektif meski itu sulit. KY juga harus berkoordinasi dengan MA.
Trimedya juga meminta KY memerhatikan usia calon karena seorang calon yang terpilih, Djafni Djamal, sudah memasuki usia 63 tahun. Padahal, usia pensiun hakim agung saat ini adalah 65 tahun dan bisa diperpanjang maksimal dua tahun.
”Sebaiknya, KY memilih calon yang masih muda, sekitar 50 tahun. Sebagian besar calon yang disodorkan usianya lebih dari 60 tahun. Tetapi, apa boleh buat, suara terbanyak yang menentukan,” katanya lagi.
Mulfachri Harahap dari Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) menambahkan, hasil seleksi hakim agung itu murni dari penilaian individu. Tak ada titipan, termasuk dari fraksi.
Ketua Konsorsium Reformasi Hukum Nasional Firmansyah Arifin mengakui, tak mudah bagi DPR mencari hakim agung ideal, termasuk dari 18 calon yang diajukan KY. ”Sekarang tak penting siapa dan latar belakang keenam orang terpilih itu. Lebih baik memberikan agenda jelas yang harus mereka lakukan untuk reformasi peradilan,” katanya.
Menurut Firman, KY tidak bisa disalahkan karena memang sulit mencari calon hakim agung yang memenuhi harapan publik.
Dari calon terpilih, Syamsul disoroti sebab Komisi Pemberantasan Korupsi sedang menyidik kasus korupsi di KPPU. (ays)
Sumber: Kompas, 17 Oktober 2008