Gugatan Praperadilan SKPP Bibit-Chandra Dimenangkan Anggodo
Perkara yang melibatkan dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Riyanto dan Chandra Marta Hamzah, terancam kembali berlanjut di pengadilan. Itu terjadi menyusul putusan praperadilan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan kemarin bahwa surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) dalam kasus dugaan pemerasan dan penyalahgunaan wewenang tidak sah.
Putusan itu mengabulkan permohonan pemohon praperadilan, Anggodo Widjojo. Dalam gugatan itu, pihak termohon adalah Kejaksaan Agung (termohon I) dan Kepolisian RI (termohon II). Majelis hakim tunggal Nugraha Setiadji menyatakan, perbuatan termohon I mengeluarkan SKPP atas nama Bibit dan Chandra merupakan perbuatan melawan hukum.
Demikian juga termohon II yang tidak melakukan upaya hukum meski berkas perkara sudah dinyatakan lengkap (P-21). ''Menyatakan perbuatan termohon II yang tidak melakukan upaya hukum atas penerbitan SKPP merupakan perbuatan melawan hukum,'' kata Nugraha saat membacakan putusan kemarin (19/4).
Hakim berdalih menggunakan pertimbangan demi memenuhi asas persamaan di muka hukum (equality before the law) serta demi memenuhi rasa keadilan masyarakat. Alasan penerbitan SKPP, salah satunya didasarkan pada alasan sosiologis, dinilai tidak tepat. Sebab, KUHAP tidak mengenal alasan tersebut. Menurut dia, seharusnya penerbitan SKPP mengacu pada pasal 140 ayat (2) KUHAP. ''Memerintahkan termohon I melimpahkan berkas perkara ke pengadilan,'' katanya.
Putusan itu disambut gembira kubu Anggodo. Bonaran Situmeang, kuasa hukum Anggodo, menilai putusan tersebut menunjukkan hukum masih bisa ditegakkan. ''Ini bukan kemenangan Anggodo dan keluarganya, tapi kemenangan hukum di republik ini,'' katanya.
Jaksa Rhein Singal menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut. Namun, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Marwan Effendy memberikan sinyal untuk menempuh upaya hukum (banding). ''Keputusannya belum final. Jaksa masih bisa banding.''
Malah Kapuspenkum Kejagung Didiek Darmanto menegaskan, pihaknya akan mempertahankan SKPP yang diterbitkan Kejari Jaksel pada 1 Desember 2009. ''Kita kan sudah menyatakan SKPP, jadi harus ada upaya hukum,'' ujarnya.
Kejaksaan masih menunggu turunnya salinan putusan. Putusan akhir dalam gugatan itu berada di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. ''Apa pun putusan akhir, itu yang akan kita jalankan. Sekarang belum inkracht,'' kata Didiek.
Secara terpisah, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana mengatakan, Kejagung harus merespons pembatalan SKPP kasus Bibit-Chandra. ''Upaya banding menjadi salah satu pilihan yang terbuka diambil,'' kata Denny kemarin.
Denny adalah mantan sekretaris Tim Delapan. Tim itu dibentuk Presiden SBY dan terdiri atas delapan tokoh. Tugasnya menyelidiki penetapan tersangka Chandra Hamzah dan Bibit Samad Riyanto. Salah satu rekomendasi Tim Delapan adalah penerbitan SKPP.
Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bibit Samad Riyanto bersikukuh kasus dugaan suap yang menimpa dirinya maupun rekannya, Chandra Hamzah, hanya rekayasa. ''Terlihat pada sidang Mahkamah Konstitusi (MK) pada 3 November 2009, siapa yang merekayasa cukup jelas,'' tegas Bibit saat dihubungi Jawa Pos kemarin. Karena itu, Bibit memilih pasif dalam menanggapi kemenangan Anggodo tersebut.
Terkait putusan PN Jakarta Selatan itu, kemarin pimpinan KPK mengadakan rapat. Namun, hingga tadi malam belum ada keputusan resmi seputar hasil rapat. ''Ya, benar. Kami mengadakan rapat pimpinan, tapi belum ada hasil resmi,'' ujar Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Mochammad Jasin ketika dihubungi. Dia hanya menyatakan, KPK akan segera berkoordinasi dengan tim pembela kasus Bibit-Chandra.
Salah seorang anggota tim pembela kasus Bibit-Chandra, Bambang Widjojanto, menuturkan bahwa pihaknya segera mengambil langkah-langkah hukum yang diperlukan. Namun, dia menengarai, putusan itu terkait dengan penyidikan kasus Anggodo yang sedang ditangani KPK. (fal/sof/bay/ken/c2/c7dwi)
Sumber: Jawa Pos, 20 April 2010