Gayus Fasilitasi Penyidik dan Hakim untuk Umrah

Terungkap setelah Dicecar Pertanyaan oleh Penyidik

Benarkah Gayus Halomoan P. Tambunan, aktor dalam kasus mafia pajak, "hanya" memberikan uang Rp 50 juta kepada hakim yang menangani perkaranya? Pertanyaan ini masih terus dikembangkan penyidik tim independen. Pengembangan dilakukan setelah muncul pengakuan dari Muhtadi Asnun, ketua majelis hakim perkara penggelapan dengan terdakwa Gayus, bahwa dia diberi Rp 50 juta.

Meski sudah mengaku menerima uang dari Gayus, status Asnun belum tersangka. Penyidik tim independen masih menunggu proses internal institusi hukum yang berwenang memberikan sanksi kepada Asnun.

"Kami menunggu mereka (Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung, Red) menetapkan bahwa pemberian uang itu memengaruhi keputusan hakim. Polisi menghormati proses internal yang sedang berjalan," kata sumber Jawa Pos yang juga seorang penyidik dalam kasus tersebut.

Dia menuturkan, data pengakuan Gayus selama proses pemeriksaan memang bisa diakses institusi lain yang terkait. "Selain Komisi Yudisial, kami memberikan data ke Dirjen Pajak, Kejaksaan Agung, dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum," jelasnya.

Jadi benar, hakim Gayus menerima Rp 50 juta? Dalam pemeriksaan, kata sumber itu, Gayus mengakui memfasilitasi penyidik dan hakim untuk umrah. "Penyidik kasus itu AKP Sumartini dan hakim berangkat umrah setelah putusan bebas," katanya. Sumartini menerima Rp 100 juta.

Nominal lain yang lebih besar justru diduga mengalir ke jaksa. "Ada pengakuan itu, tapi kami masih memverifikasi buktinya. Jumlahnya setengah miliar lebih sedikit," katanya. Perwira itu menolak menyebut nama jaksa yang diduga kecipratan uang dari Gayus. "Tunggu saja, Rabu (21/4) mungkin diumumkan," jelasnya.

Secara terpisah, Staf Ahli Kapolri di Bidang Hukum Pidana Dr Chairul Huda menjelaskan, penetapan tersangka dari institusi lain menunggu proses internal Polri selesai. "Sekarang ini konsentrasi tim masih ke peran perwira menengah dan perwira tinggi. Mereka juga akan menjadi tersangka kalau terbukti," ujarnya.

Chairul yang juga dilibatkan sebagai konsultan tim independen kasus Gayus itu menjelaskan, peluang hakim dan jaksa kasus Gayus menjadi tersangka sangat terbuka. "Memang Polri sudah akan masuk ke sana. Sudah ancang-ancang," katanya.

Dia menjelaskan, pembuktian kejahatan dalam lingkup profesi memang harus sangat hati-hati. Misalnya, profesi jaksa dan hakim. "Tidak bisa langsung menuding bersalah. Ada institusi lain yang bisa mengevaluasi. Kalau hakim, ya menunggu ketetapan dari Komisi Yudisial yang memang punya otoritas untuk itu," kata Chairul.

Di internal Polri sekalipun, tidak bisa langsung membawa anggota masuk dalam pemberkasan kasus pidana. Mereka harus lebih dulu dibawa ke sidang kode etik profesi yang tanggung jawabnya di lingkup Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam). "Senin besok Kompol Arafat disidang kode etik. Kalau terbukti, dia bisa dipecat. Setelah itu baru masuk proses pidana," katanya.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang menambahkan, polisi segera menjalin koordinasi dengan KY. Setelah itu, terbuka kemungkinan adanya tersangka baru. "Ini sindikasi yang memang harus dibongkar tuntas. Tapi, tentu harus ada tahapnya," kata jenderal dua bintang itu.

Edward menegaskan, polisi tidak pandang bulu dan pilih-pilih dalam pengusutan kasus ini. "Percaya kami, ini sudah komitmen agar semuanya terbuka," kata rekan seangkatan Komjen Susno Duadji di Akpol 1977 itu.

Secara terpisah, Ketua KY Busyro Muqodas menjelaskan, pemeriksaan Muhtadi Asnun dan dua hakim lain berlanjut besok (Senin, 19/4). Pengakuan hakim Asnun bahwa uang itu memang untuk umrah. "Dia (Asnun) bilang untuk nambah-nambah biaya," kata Busyro saat dihubungi kemarin.

Selain Asnun, kedua hakim anggota perkara ini adalah Haran Tarigan dan Bambang Widyatmoko. "Kami belum begitu yakin hanya dia (Asnun) yang menerima. Untuk itu kami periksa lagi," kata guru besar hukum Universitas Islam Indonesia itu.

Suap Tak Pengaruhi Putusan Bebas Gayus
Pengakuan hakim Pengadilan Negeri Tangerang Muhtadi Asnun bahwa dirinya menerima uang Rp 50 juta dari terdakwa Gayus Halomoan Tambunan tidak berimbas pada putusan bebas murni (vrijspraak). Mahkamah Agung (MA) memastikan, jika ada pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, imbasnya hanya kepada pribadi hakim, bukan putusannya.

"Putusan tidak bisa diubah setelah diucapkan hakim. Koreksi bisa saja dilakukan bila nanti jaksa mengajukan kasasi," ujar Ketua MA Harifin Andi Tumpa di kantornya Jumat lalu (16/4). Harifin mengungkapkan, pihaknya belum menerima laporan dari Komisi Yudisial (KY) mengenai peng­akuan Muhtadi Asnun dalam pemeriksaan yang dilakukan Kamis lalu (15/4). Karena itu, MA akan mengonfirmasi kebenaran berita tersebut ke KY. "Kita lihat dulu," katanya.

Pada 29-30 Maret, Badan Pengawasan MA turun ke Tangerang untuk memeriksa salinan putusan perkara Gayus. Hasilnya, MA menilai putusan tersebut sudah tepat, sesuai dengan pertimbangan yuridis. MA bahkan pernah menyatakan, putusan bebas murni itu tidak terkait dengan permainan uang. "Kalau soal putusannya, saya rasa sudah benar, tapi tidak ada main-main dengan uang," kata Harifin ketika diwawancarai wartawan pada 6 April.

Gayus divonis bebas murni meski jaksa menerapkan pasal penggelapan dengan tuntutan setahun penjara dengan masa percobaan setahun. Majelis hakim yang dipimpin Muhtadi Asnun menilai, jaksa penuntut umum tidak bisa membuktikan tuntutannya. (rdl/fal/kuh/noe/c2/c10/oki/kum)
Sumber: Jawa Pos, 18 April 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan