Gaji Pejabat; Revisi UU Mutlak Dilakukan Dulu
Tidak boleh ada peningkatan remunerasi pejabat mana pun, termasuk menteri, tanpa terlebih dahulu merevisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.
Anggota Komisi II DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Arif Wibowo, mengingatkan hal itu terkait niat pemerintah untuk menaikkan gaji pejabat.
Menurut Arif, UU No 12/1980 tak bisa lagi dijadikan dasar bagi pemerintah sebab dalam konsiderans masih mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945 sebelum mengalami perubahan serta masih mengacu pada UU No 8/1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, yang saat ini juga sudah direvisi dengan UU No 43/1999. ”Banyak substansi UU No 12/1980 tak sesuai lagi dan harus diubah,” katanya, Jumat (30/10) di Jakarta.
Kenaikan gaji menteri apabila dilakukan saat ini akan mendasarkan pada aturan lama, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan Administratif Menteri Negara dan Bekas Menteri Negara serta Janda/Dudanya.
Dalam konteks negara hukum, terlebih terkait kebijakan yang sensitif, seperti kenaikan gaji, besar atau kecil, tetap akan membebani keuangan negara.
”Dengan demikian, tanpa terlebih dahulu melakukan revisi UU No 12/1980, rencana pemerintah menaikkan gaji pejabat mana pun adalah berpotensi cacat hukum,” ungkapnya.
Guru besar Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang, Mestika Zed, menilai rencana pemerintah menaikkan gaji menteri dan pejabat tinggi lainnya akan mempertajam rasa ketidakadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini.
”Dasar kenaikan gaji itu tidak rasional dan kurang pantas di saat bangsa ini tengah menghadapi beragam bencana serta masih banyak rakyat yang hidup miskin. Jika dilaksanakan, hanya akan mempertajam rasa ketidakadilan,” ujarnya. (sut/han)
Sumber: Kompas, 2 November 2009