FPDIP Tolak Surat Presiden soal Pencabutan Perppu JPSK
Fraksi PDI Perjuangan (FPDIP) meminta pimpinan DPR mengembalikan surat pengantar presiden mengenai RUU Pencabutan Perppu No 4/2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Alasannya, surat bernomor R-61/Pres/12/2009 bertanggal 11 Desember 2009 itu dianggap memutarbalikkan fakta.
''Kami menolak surat tersebut karena ada data yang dimanipulasi,'' kata anggota FPDIP Panda Nababan di ruang fraksinya, gedung DPR, kemarin (5/1). Turut mendampingi Sekretaris FPDIP Bambang Wuryanto, Ketua Badan Anggaran (Banggar) yang juga kader PDIP Olly Dondokambey, dan Trimedya Pandjaitan.
Menurut Panda, pada bagian penjelasan RUU tersebut, ada pernyataan yang mengganjal. Disebutkan bahwa DPR tidak menyetujui Perppu No 4/2008 dalam sidang paripurna pada 30 September 2009. Padahal, perppu itu ditolak DPR pada 18 Desember 2008. Sementara itu, 30 September 2009 merupakan paripurna untuk menolak RUU JPSK.
Keberadaan Perppu No 4/2008 memang sangat sensitif. Sebab, perppu tersebut menjadi dasar bagi pembentukan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang pada 21 November 2008 memutuskan pengucuran dana talangan (bailout) Bank Century.
Panda mengatakan, bila penolakan DPR terhadap Perppu No 4/2008 disebut pada 30 September 2009, seolah-olah dibangun opini bahwa pengucuran dana bailout Bank Century itu sah. Sebab, masih memiliki dasar hukum sampai 30 September 2009.
Padahal, BPK yang telah melakukan audit investigatif berpendapat bahwa penyaluran dana PMS kepada Bank Century setelah 18 Desember tidak memiliki dasar hukum. Alsannya, Perppu No 4/2008 telah ditolak paripurna DPR.
Dari total penyertaan modal sementara (PMS) kepada Bank Century Rp 6,7 triliun, sebesar Rp 2,8 triliun memang disalurkan setelah 18 Desember 2008. Rinciannya, PMS tahap kedua Rp 1,1 triliun, PMS tahap ketiga Rp 1,1 triliun, dan PMS tahap keempat Rp 630,22 miliar.
Dugaan adanya indikasi pelanggaran undang-undang itu juga menjadi salah satu fokus penyelidikan pansus angket Century. ''Panitia angket kasus Bank Century sekarang tengah bekerja. Kami semua sangat sedih, (pemerintah, Red) ini punya niat atau maksud apa,'' kata Panda.
Anggota pansus angket kasus Bank Century Bambang Soesatyo menganggap, manuver presiden itu tidak akan menghentikan proses penyelidikan pansus. ''Surat itu sudah tidak esensial dan tidak prinsipil lagi. Kami akan terus bekerja sampai tuntas,'' tegas Bambang.
Setelah Perppu No 4/2008 ditolak DPR pada 18 Desember 2008, presiden seharusnya segera mengajukan RUU tentang pencabutan perppu tersebut. RUU itu bisa sekaligus mengatur segala akibat dari pemberlakuan perppu. Mekanisme itu diatur pasal 25 UU No 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Namun, baru sekarang atau setahun kemudian, presiden memenuhi amanat undang-undang tersebut. Wajar saja sejumlah kalangan mencurigai RUU itu lagi-lagi akan menjadi instrumen untuk membenarkan kebijakan bailout terhadap Bank Century. ''Pansus berketetapan, surat pencabutan RUU JPSK dari presiden itu tidak akan mengubah target pansus,'' tegas legislator dari Partai Golkar itu. (pri/agm)
Sumber: Jawa Pos, 6 Januari 2010
----------
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Dewan Perwakilan Rakyat menduga ada manipulasi data dalam surat Presiden Republik Indonesia kepada Ketua DPR pada 11 Desember 2009. Karena itu, F-PDIP meminta Presiden memperbaiki surat tersebut.
Surat itu perihal penyampaian Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).
Anggota F-PDIP DPR, Panda Nababan, Selasa (5/1) di Jakarta, menuturkan, manipulasi diduga terjadi karena dalam penjelasan RUU tentang Pencabutan Perppu JPSK itu disebutkan, DPR tidak menyetujui peraturan itu dalam sidang paripurna pada 30 September 2009.
”Padahal, DPR tak menyetujui perppu itu dalam sidang paripurna 18 Desember 2008 sehingga berlaku Pasal 22 Ayat 3 UUD 1945, jika tak disetujui, peraturan itu harus dicabut,” ujar Panda. Dia menambahkan, terkait sikap ini, Ketua DPR pada 24 Desember 2008 meminta kepada Presiden untuk mengajukan RUU tentang JPSK.
Pada 30 September 2009, ada Sidang Paripurna DPR. Namun, saat itu hanya membacakan surat Komisi XI tentang pembatalan pembicaraan tingkat II RUU tentang JPSK. Sidang tak membahas Perppu No 4/2008.
”Kami sedih kenapa pemerintah membuat kesalahan seperti ini? Ada apa di balik ini? Sebab, sekarang DPR sedang membahas kasus Bank Century,” tanyanya.
Akbar Faisal dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat menduga kesalahan itu adalah kesengajaan untuk mengurangi dampak dari kasus Bank Century. Sebab, dalam audit investigasinya, Badan Pemeriksa Keuangan menyimpulkan, pencairan penyertaan modal sementara senilai Rp 2,886 triliun setelah 18 Desember 2008 atau saat DPR tak menyetujui Perppu No 4/2008 tak memiliki dasar. (nwo)
Sumber: Kompas, 6 Januari 2010