Eks Sekda Didakwa Terima Rp 604 Juta; Sidang Korupsi APBD Sragen
Mantan Sekda Sragen Koeshardjono dituduh menerima dana Rp 604,6 juta dari utang daerah Kabupaten Sragen yang diduga dikorupsi.
Pinjaman daerah itu merupakan hasil gadai sertifikat deposito milik Pemkab Sragen di BPR Karangmalang dan BPR Djoko Tingkir. Deposito tersebut bersumber dari APBD 2003-2010.
Hal itu terungkap dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (10/11). Jaksa Penuntut Umum (JPU) Heru Mayanan menjelaskan, sejak tahun 2003 Pemkab Sragen mendepositokan kas daerah di BPR Djoko Tingkir senilai Rp 29,3 miliar dalam 39 lembar sertifikat. Mulai tahun 2006 hingga 2010 kas daerah kembali didepositokan di BPR Karangmalang senilai Rp 8 miliar dalam delapan lembar sertifikat.
Sertifikat deposito itulah yang diagunkan di kedua BPR. Pinjaman dari BPR Djoko Tingkir disetujui Rp 36,3 miliar, dari BPR Karangmalang Rp 6,1 miliar. Utang-utang daerah itu diduga digunakan untuk kepentingan di luar kedinasan. Salah satunya disinyalir mengalir ke kantong pribadi Koeshardjono sebesar Rp 604,6 juta.
Dugaan korupsi itu terjadi saat Koeshardjono menjabat kepala Badan Perbendaharaan dan Keuangan Daerah (BPKD) tahun 2003-2005. Tahun 2005 hingga 2010, Koeshardjono diangkat sebagai sekda oleh bupati. Dia diganti Srie Wahyuni. Mantan Bupati Sragen Untung Wiyono diduga menerima dana paling banyak dari aliran utang itu.
Keberatan
Pada sidang, Rabu (9/11), Untung didakwa menerima Rp 20,8 miliar, sedangkan Srie Wahyuni diduga mendapat Rp 110 juta. Pinjaman Rp 6,1 miliar dari BPR Karangmalang telah dikembalikan, namun dari BPR Djoko Tingkir hanya dikembalikan Rp 25,1 miliar.
”Sisa pinjaman Rp 11,2 miliar tidak bisa dikembalikan, sehingga deposito Pemkab Sragen yang dijaminkan di BPR Djoko Tingkir dicairkan sebesar nilai tersebut,” kata jaksa di hadapan majelis hakim yang diketuai Herman Hiller Hutapea.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jateng menghitung Rp 11,2 miliar tersebut sebagai kerugian negara. JPU menjerat Koeshardjono dengan Pasal 2 dan 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menanggapi dakwaan tersebut, Koeshardjono didampingi kuasa hukumnya Yohanes Winarto berencana mengajukan nota keberatan. Namun, pihaknya belum tahu persis apa saja yang dinilai memberatkan. ”Kami akan pelajari dakwaan dulu. Nanti akan kami ajukan nota keberatan,” uajr Yohanes usai sidang.
Selama sidang, Koeshardjono tampak tenang. Wajahnya tak pernah lepas dari senyum. ”Saya tidak berkomentar dulu, nanti sama kuasa hukum saja,” katanya kepada wartawan.
Tampak di ruang sidang, istri Koeshardjono yang datang dari Sragen. Ia tak kalah tenang dari suaminya. Seusai sidang, Koeshardjono berpamitan dan mencium sang istri. Dia kemudian diantar petugas Kejati Jateng menuju mobil tahanan untuk dikembalikan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kedungpane. (ana-59)
Sumber: Suara Merdeka, 11 November 2011