Dugaan Suap DPR; Emir Moeis: Pertemuan di Four Seasons Bukan atas Nama DPR
Ketua Panitia Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Emir Moeis mengatakan bahwa pertemuan di Hotel Four Seasons pada 19 Februari bukanlah pertemuan resmi yang mengatasnamakan Panitia Anggaran DPR. Pertemuan tersebut hanya pertemuan biasa yang tidak menghasilkan keputusan apa-apa.
”Keputusan harus di DPR, harus di panitia anggaran. Di luar tidak sah,” ujar Emir Moeis seusai menjalani pemeriksaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (14/4) di Jakarta.
Tim penyidik KPK memeriksa Emir Moeis terkait dengan kasus dugaan suap terhadap anggota Komisi V, Abdul Hadi Djamal, oleh pengusaha Hontjo Kurniawan. Emir tiba di Gedung KPK sekitar pukul 10.30. Ia menjalani pemeriksaan hingga menjelang maghrib.
Emir mengaku diperiksa terkait rapat di Hotel Four Seasons. ”Tadi saya ditanyai terutama tentang rapat. Saya hadir atau tidak. Saya jawab saya tidak tahu, saya tidak hadir,” ujar Emir sambil mengungkapkan bahwa akhirnya ia ditanyai mengenai alur pembahasan anggaran.
Beberapa waktu lalu Abdul Hadi Djamal mengungkapkan bahwa kasus tersebut bermula dari pertemuan di Hotel Four Seasons yang dihadiri antara lain oleh Anggito Abimanyu (perwakilan pemerintah), Jhony Alen (Wakil Ketua Panitia Anggaran dari Fraksi Demokrat), dan Rama Pratama (anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera).
KPK telah meminta keterangan dari Anggito Abimanyu, Jhony Allen, dan politikus Partai Golkar, Enggartiasto Lukita.
Menurut Emir, dirinya tidak mengetahui isi pertemuan pada 19 Februari tersebut. Bahkan, ia mengaku tidak diundang untuk menghadiri pertemuan itu. Ia juga menyatakan bahwa dirinya tak mengetahui asal-usul inisiatif pertemuan di Four Seasons.
Terkait dengan kenaikan anggaran dana stimulus fiskal dari Rp 10,2 triliun menjadi Rp 12,2 triliun, Emir Moeis menyatakan bahwa hal tersebut merupakan persetujuan bersama pemerintah dengan DPR. Ia juga menyatakan bahwa persetujuan kenaikan anggaran itu tidak dilakukan di Hotel Four Seasons, tetapi di DPR.
Sebelumnya, KPK menangkap Abdul Hadi Djamal pada 2 Maret karena diduga menerima suap senilai Rp 54,5 juta dan 90.000 dollar AS (atau setara dengan Rp 1,8 miliar dengan kurs Rp 12.000 per dollar AS). Ia ditangkap bersama pegawai Departemen Perhubungan, Darmawati, dan pengusaha Hontjo Kurniawan. (ana)
Sumber: Kompas, 15 April 2009