Dugaan Penyuapan; Polisi Sita Dokumen di KPK
Penyidik Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia menyita sejumlah dokumen di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi.
”Sejauh pengetahuan saya, tidak semua dokumen yang diminta diberikan,” kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi di Jakarta, Senin (19/10) malam.
Johan menambahkan, KPK menghormati proses hukum dan tidak memiliki niat menolak penyitaan itu. ”Tetapi, apakah semua dokumen yang diminta itu ada kaitannya dengan kasusnya atau tidak?” kata dia.
Sebelumnya, Wakil Ketua Bidang Pencegahan KPK Haryono Umar memberikan keterangan berbeda. Haryono mengatakan, KPK telah memutuskan untuk memberikan 36 barang bukti yang dimintakan polisi. Komisi bahkan akan mengantar sendiri ke penyidik jika diperlukan. ”Bisa saja mereka yang datang atau kita yang datang, namanya saja melengkapi berkas,” kata Haryono.
Kepala Biro Hukum KPK Khaidir Ramli mengatakan, barang-barang yang disita penyidik ada 36 item, termasuk putusan hakim, surat panggilan, dan surat dakwaan jaksa. Menurut dia, tak akan ada lagi penyitaan lanjutan dalam kasus ini.
Keberatan penyitaan itu disampaikan tim pengacara Bibit dan Chandra. ”Memangnya yang dikenai kasus siapa? Pimpinan KPK atau Pak Chandra dan Bibit,” kata Ahmad Rivai, pengacara Bibit dan Chandra.
Beberapa barang yang diminta penyidik polisi, yang menurut Rivai tak relevan dengan kasus yang ditimpakan pada kliennya, antara lain alat perekam warna perak dan laptop Bibit.
Sebelumnya, tim kuasa hukum Chandra dan Bibit melapor ke Inspektorat Pengawasan Umum Mabes Polri dan Kepala Polri soal pertemuan antara Susno Duadji dan Anggoro di Singapura, 10 Juli 2009.
Menurut tim kuasa hukum Chandra dan Bibit, Susno mengakui sendiri hal itu kepada para pimpinan KPK saat berkunjung ke Kantor KPK pada 15 Juli 2009, petang hari. Anggoro dinyatakan buron oleh KPK sejak 7 Juli 2009 dan pemberitahuan soal status buron itu telah disampaikan ke seluruh polda di Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Divisi Pembinaan Hukum Inspektur Jenderal Ariyanto Sutadi mengatakan, polisi tidak dapat menangkap buronan yang melarikan diri ke negara lain. Sekalipun polisi dapat menemukan si buron di negara tersebut, polisi tidak dapat menangkap seseorang di wilayah yurisdiksi negara lain. ”Kalau buronan lari ke luar negeri, itu pasti dibikin red notice (permintaan resmi). Masalahnya, ketemunya di luar negeri. Kita enggak bisa apa-apa,” kata Ariyanto.
”Kami enggak melanggar apa-apa karena dia (Anggoro) bukan TSK (tersangka) kami. Kan, waktu itu dia TSK-nya KPK, kan? Tidak TSK dalam kasus yang sedang kami usut,” ungkap Ariyanto. (SF/AIK)
Sumber: Kompas, 20 Oktober 2009