Dua Jaksa Penerima Suap Dipecat
Mereka sempat aktif setelah bebas dari penjara.
Kejaksaan Agung memecat dua jaksa penerima suap, yakni Cecep Sunarto dan Burdju Ronni Allan Fellix. "Mereka telah diberhentikan," kata Jaksa Agung Hendarman Supandji dalam rapat kerja dengan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat kemarin.
Cecep dan Burdju dinyatakan terbukti secara bersama-sama menerima duit sebesar Rp 550 juta dari bekas Direktur Utama PT Jamsostek Ahmad Djunaidi saat keduanya menangani perkara korupsi di perusahaan milik negara tersebut. Dalam persidangan, keduanya didakwa melakukan pemerasan terhadap Djunaidi.
Saat diadili, Cecep menjabat Kepala Subseksi Penyidikan pada Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Sedangkan Burdju menjabat Kepala Subseksi Penuntutan pada Seksi Tindak Pidana Khusus di kantor kejaksaan yang sama.
Pada 27 Februari 2007, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis keduanya masing-masing satu tahun delapan bulan penjara. Pengadilan juga memerintahkan mereka membayar denda Rp 150 juta dengan subsider empat bulan kurungan.
Cecep tak mengajukan banding dan memutuskan menerima vonis hakim. Sementara itu, Burdju mengajukan banding hingga tingkat kasasi. Namun, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Mahkamah Agung menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama. Menurut Hendarman, kini keduanya telah selesai menjalani hukuman.
Ada sesuatu yang janggal atas status mereka setelah dipenjara. Nama Burdju, misalnya, bahkan sempat terpacak pada posisi paling atas dalam daftar nama tim paduan suara dalam peringatan Hari Bhakti Adhiyaksa pada 22 Juli lalu. Rupanya ketika itu mereka memang belum resmi dipecat.
Pemecatan secara tidak hormat atas keduanya baru dilakukan pada 25 Agustus lalu. Burdju dipecat dengan Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor KEP-088/JA/08/2008. Sedangkan Cecep diberhentikan dengan Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor KEP-089/JA/08/2008.
Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Parnomo mengatakan pemecatan dilakukan karena putusan terhadap kedua jaksa itu sudah bersifat tetap. "Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil," katanya.
Perkara pemerasan oleh dua jaksa itu terungkap saat pembacaan putusan terhadap Djunaidi dalam sidang pada April 2006. Baru saja hakim selesai membacakan vonis delapan tahun penjara atas dirinya, tiba-tiba Ahmad Djunaidi bangkit dan melempar sebuah papan nama kayu yang ada di meja penuntut umum ke arah jaksa Heru Chaeruddin.
Kemarahan Djunaidi dipicu oleh sikap jaksa yang menyatakan banding atas putusan majelis hakim. Sambil mengungkapkan kekesalannya, Djunaidi menuding dan mengatakan bahwa jaksa telah menerima sejumlah uang darinya.
Dalam pemeriksaan selanjutnya, diketahui Djunaidi mengeluarkan duit Rp 550 juta untuk jaksa Cecep dan Burdju guna menangguhkan penahanan dan "melancarkan" sidang. Uang diserahkan dalam tiga tahap, yakni Rp 100 juta, Rp 250 juta, dan Rp 200 juta sepanjang akhir November hingga Desember 2005. TOMI | ANTON SEPTIAN | EKO ARI
Sumber: Koran Tempo, 9 September 2008